Dampak Metode Fun Learning Dalam Peningkatan Motivasi Belajar Anak Secara Mandiri di Lembaga Bimbingan Belajar BIMBA AIUEO Cipare, Serang, Banten.


Dampak Metode Fun Learning Dalam Peningkatan Motivasi Belajar Anak Secara Mandiri di Lembaga Bimbingan Belajar BIMBA AIUEO Cipare, Serang, Banten.



Proposal Penelitian

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Penelitian Sosial

Dosen Pengampu: Prof. Sudadio, M.Pd






Oleh:

Wandi Sugih Triyana

2221170023



JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2019







KATA PENGANTAR





Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat, hidayah serta inayah-Nya terutama kenikmatan kesehatan serta kelapangan waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Proposal Penelitian ini dengan mengangkat judul “Dampak Metode Fun Learning Dalam Peningkatan Motivasi Belajar Anak Secara Mandiri di Lembaga Bimbigan Belajar biMBA AIUEO Cipare, Serang, Banten.” Sholawat beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda tercinta, seorang revolusioner sepanjang masa yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah membawa peradaban manusia yang berkemajuan, dari zaman jahiliyyah hingga zaman yang penuh kecerahan hingga saat ini.

Proposal penelitia ini merupakan tugas dari mata kuliah Penelitian Sosial dengan dosen pengaampu Bapak Prof. Sudadio, M. Pd sebagai tugas prasyarat mengikuti Ujian Tengah Semester di semester genap ini. Dalam penulisan proposal penelitian ini, penulis mendapat saran dan masukan masukan serta dukungan dari berbagai pihak, terutama dosen pengampu, teman sebaya, serta kaka tingkat yang selalu siap membantu dalam menyusun penulisan penelitian ini.

Saya sebagai penulis menyadari bahwa dalam menyusun penulisan proposan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya masukan, kritik beserta saran yang bersifat membangun.

      Akhir kata, semoga proposal penelitian ini dapat membawa manfaat bagi kita semua. Khususya bagi penulis sendiri umumnya bagi pembaca sekalian. Semoga Allah SWT selalu bersama kita memberikan rahmat serta hidayah-Nya.







Serang, 17 Maret 2019



Wandi Sugih Triyana

(NIM : 2221170023)






DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .....................................................................................................  1

DAFTAR ISI ....................................................................................................................  2



BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah ................................................................................  3

B.     Identifikasi Masalah .......................................................................................  8

C.    Fokus Penelitian ..............................................................................................  8

D.    Tujuan Penelitian ...........................................................................................  9

E.     Kegunaan Penelitian ......................................................................................  9

F.     Sitematika Penulisan ......................................................................................  10



BAB II TINJAUAN MATERI

A.    Konsep Pendidikan Luar Sekolah ................................................................  11

1.      Pengertian Pendidikan Luar Sekolah .....................................................  11

2.      Karakteristik Pendidikan Luar Sekolah ................................................  12

3.      Azas azas Pendidikan Luar Sekolah .......................................................  13

4.      Satuan, Jenis dan Lingkup Pendidikan Luar Sekolah .........................  14

B.     Konsep Dasar Strategi ...................................................................................  15

1.      Ciri ciri Strategi ........................................................................................  16

2.      Proses Proses Strategi ...............................................................................  17

3.      Jenis Jenis Strategi ....................................................................................  18

C.    Konsep Fun Learning ....................................................................................  18

D.    Strategi Belajar Mandiri ................................................................................  19

E.     Penerapan Konsep Belajar Mandiri .............................................................  21



BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A.    Metode dan Pendekatan Penelitian ...............................................................  27

B.     Jadwal Penelitian ............................................................................................  28

C.    Sumber Data ...................................................................................................  29

D.    Langkah langkah Pengumpulan Data ..........................................................  30

E.     Teknik dan Pedoman Pengumpulan Data ...................................................  31

F.     Teknik Pengolahan dan Analisis Data ..........................................................  39



DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 41








BAB I

PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan segala bentuk kegiatan mentransformasi akal sehat secara sistematis dilakukan untuk menghasilkan suatu perubahan immateril guna meningkatkan kualitas hidup manusia kearah yang lebih baik agar kelak dapat berguna bagi diri sendiri, tatanan masyarakat, bangsa dan agama. Sebagaimana tercantum dalam UU No. 22 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS yaitu:

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Dalam kualifikasinya, pendidikan Indonesia dibagi menjadi 3 jalur Pasal 13 ayat 1, Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa:

Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.

Dalam prakteknya, pendidikan formal, nonformal maupun informal berbeda secara kontekstual namun saling berkesinambungan dan sama sama membangun dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter serta mampu berdaya saing. Pendidikan formal mencetak manusia agar siap bersaing dalam persaingan kerja, pendidikan nonformal berfungsi meratakan hak hak masyarakat berkesempatan dalam aspek pendidikan, pendidikan informal berguna merekatkan keduanya. Ketiga jalur pendidikan tersebut sangat penting dalam perkembangan kualitas peserta didik, selain pendidikan formal, peran pendidikan nonformal dapat mempersiapkan anak didik menjalankan proses peningkatan kuaalitas peserta didiknya.

Untuk memaksimalkan proses belajar peserta didik haruslah difahami fase fase anak dalam berkembang. Menurut Amos Comenius, seorang ahli didik di Moravia. Ia membagi fase perkembangan berdasarkan tingkat sekolah yang diduduki anak sesuai dengan tingkat usia dan bahasa yang dipelajari, yaitu:

1.      0 – 6 tahun = sekolah ibu, merupakan masa mengembangkan alat-alat indra dan memperoleh penegetahun dasar di bawah asuhan ibunya di lingkungan rumah tangga.

Usia 6 – 12 tahun disebut sebagai periode sekolah bahasa ibu, karena pada periode ini anak baru mampu menghayati setiap pengalaman dengan pengertian bahasa sendiri atau bahasa ibu. Bahasa ibu dipakai sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan orang lain, yaitu untuk mendapatkan impresi dari luar berupa pengasuh, seugesti, serta transmisi cultural dari orang dewasa juga dipakai untuk mengespresikan kehidupan batinnya kepada orang lain.

2.      12 – 18 tahun = sekolah bahasa latin, merupakan masa mengembangkan daya pikirnya di bawah pendidikan sekolah menengah. Pada masa ini mulai diajarkan bahasa latin sebagai bahasa asing dan bahasa kebudayaan yang ada pada saat itu dianggap paling tinggi dan paling kaya kedudukannya. Bahasa tersebut diajarkan pada anak agar mereka mencapai taraf beradab dan berbudaya.

3.      18 – 24 tahun = sekolah tinggi dan pengembaraan, merupakan masa mengembangkan kemauannya dan memilih suatu lapangan hidup yang berlangsung di bawah perguruan tinggi.

Pada masa usia 0-7 tahun anak mengalami masa keemasan (the golden years) yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual. Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar untuk mengembangkan kemampuan kognitif, motorik, bahasa, sosio emosional, agama dan moral. Pada masa tersebut, anak harus benar benar dimbimbing dan distimulus agar dapat menghasilkan motivasi belajar secara mandiri dimasa atau fase berikutnya.

Dalam pendidikan misalnya upaya yang dilakukan seperti program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang merupakan  upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan memberikan kegiatan pembelajaran yang mampu menghasilkan kemampuan dan keterampilan anak. Pendidikan anak usia dini merupakan suatu pendidikan yang dilakukan pada anak sejak lahir hingga usia delapan tahun (Modul 1 Nest, 2007:3). Proses pendidikan dan pembelajaran pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan tujuan memberikan konsep yang bermakna bagi  anak melalui pengalaman nyata. Hanya pengalaman nyatalah yang memungkinkan anak menunjukkan aktivitas dan rasa ingin tahu (curiousity) secara optimal  dan menempatkan posisi pendidik sebagai pendamping, pembimbing serta fasilitator bagi anak.

Pemahaman terhadap perkembangan anak adalah faktor penting yang harus dimiliki orang tua dalam rangka optimalisasi potensi anak. Catron dan Allen (1999:23-26) menyebutkan bahwa terdapat 6 aspek perkembangan anak usia dini, yaitu kesadaran personal, kesehatan emosional, sosialisasi, komunikasi, kognisi dan keterampilan motorik. Pemahaman terhadap perkembangan anak tersebut dapat disimpulkan meliputi aspek  kognitif/intelektual, fisik-motorik, bahasa, sisialemosional serta pemahaman nilai-nilai moral dan agama.

Optimalisasi golden year harus dilakukan oleh suatu institusi pendidikan melalui penetapatan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak yang notabene senang bermain. Oleh sebab itu, harus disusun dan ditetapkan metodologi yang pas agar tujuan pembelajaran tepat sasaran seperti metode Fun Learning karena kebanyakan anak lebih menyukai kegiatan bermain daripada belajar dikelas. Karenanya tenaga pendidik maupun institusi pendidikan harus mampu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan atau belajar sambil bermain. Anak belajar melalui permainan mereka. Anak-anak yang masih kecil sebetulnya sudah melakukan proses belajar dengan cara mereka sendiri, terlepas dari sekolah atau homeschool. Begitulah dunia anak-anak, dunia bermain yang mengasyikkan. Pada dasarnya dunia anak adalah dunia yang identik dengan bermain, terutama di usia dini. Oleh karena itu, para pakar Psikologi Perkembangan Anak banyak menciptakan metode-metode bermain kreatif untuk menunjang pertumbuhan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik anak usia dini.  Konvensi Hak Anak PBB (1989) menegaskan bahwa bermain adalah salah satu hak anak. Oleh sebab itu, melarang anak untuk bermain adalah hal yang salah. Sebaliknya orangtua maupun guru sebaiknya menggunakan karaktersitik alami anak ini sebagai proses pembelajaran yang menyenangkan.

Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang ada pada diri individu baik yang berkenaan dengan aspek logika, etika, estetika, karya, dan praktika Suyitno (2007). metode fun learning adalah metode yang dapat menciptakan suasana hangat dan menyenangkan dalam proses pembelajaran sebagai upaya perubahan tingakah laku individu. Suasana yang dirasa hangat, akrab tersebut kemudian memungkinkan terciptanya suatu bentuk proses pembelajaran yang efektif dan partisipatif.

Fun Learning / cara belajar menyenangkan, menurut pendidikan komunitas sekolah alam adalah suatu proses belajar mengajar yang mengangkat kehidupan secara natural dan real serta indah dan nyaman. Proses pembelajaran ini menjadi sebuah aktivitas kahidupan yang real yang dihayati dengan penuh kegembiraan. Metode Fun Learning merupakan cara belajar mengasyikkan dan menyenangkan yang berpusat pada kondisi psikologi siswa dan atmosfer lingkungan dalam melakukan proses belajar mengajar. Metode ini merupakan cara untuk menciptakan suasana yang nyaman dalam proses pembelajaran sehingga tercipta rasa cinta dan keinginan untuk belajar. Belajar menyenangkan sangat perlu dalam proses pembelajaran, karena sangat membantu peserta didik untuk bia menjadikan bahan pembelajaran menjadi bermakna, member motivasi belajar, dan menyediakan kepuasan belajar. Karena pembelajaran menyenangkan akan membuat anak merasa tidak terbebani dan dipaksa untuk belajar Tols Toy (Darmasyah, 2010).

Jasmani. Budi (2013, hlm. 21) menjelaskan bahwa metode bermain merupakan cara yang digunakan guru untuk saling berinterkasi dengan tujuan yakni guru menyampaikan materi pelajaran melalui berbagai macam bentuk permainan yang bisa membangkitkan rasa senang, gembira dan semangat pada siswa, sehingga diharapkan potensi siswa dapat berkembang dan materi pelajaran dapat siswa serap dengan baik. Lebih jelas lagi menuru Juliantine (2010, hlm. 7) menyatakan bahwa jikaa siswa bermain atau diberi pemainan dalam rangka pendidikan jasmani, maka siswa akan melakukan permainan itu dengan rasa senang). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan bermain siswa dapat mengaktualisasikan potensi aktivitas manusia dalam bentuk gerak, sikap dan perilaku, sehingga pada akhirnya dapat disimpulkan melalui bermain tujuan pembelajaan pendidikan dapat tercapai. Pada akhirnya, metode fun learning atau metode belajar sambil bermain diharapkan dapat membangkitkan motivasi belajar anak secara mandiri.

Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang  memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan bertahan lama (Santrock, 2007). Dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 2000). menyatakan bahwa motivasi belajar lebih mengutamakan respon kognitif, yaitu kecenderungan siswa untuk mencapai aktivitas akademis yang bermakna dan bermanfaat serta mencoba untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas tersebut Brophy (2004). Siswa yang memiliki motivasi belajar akan memperhatikan pelajaran yang disampaikan, membaca materi sehingga bisa memahaminya, dan menggunakan strategi-strategi belajar tertentu yang mendukung. Selain itu, siswa juga memiliki keterlibatan yang intens dalam aktivitas belajar tersebut, rasa ingin tahu yang tinggi, mencari bahan-bahan yang berkaitan untuk memahami suatu topik, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.  Siswa yang memiliki motivasi belajar akan bergantung pada apakah aktivitas tersebut memiliki isi yang menarik atau proses yang menyenangkan. Intinya, motivasi belajar melibatkan tujuan-tujuan belajar dan strategi yang berkaitan dalam mencapai tujuan belajar tersebut (Brophy, 2004).

Mengapa peneliti mencoba meneliti metode pembelajaran fun learning adalah metode ini metode ini menekankan pada reaktif serta peran aktif peserta didik dalam mengikuti pembelajaran mulai dari sikap adaptif dan responsif, pengidentifikasi minat serta stimulus motivasi belajar mandiri peserta didik.

Secara garis besar, metode fun learning dapat meningkatkan kreatifitas serta kemandirian siswa dalam belajar. Menciptakan kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan bagi peserta didik dalam kelas dengan berbagai refleksi permainan, metode didaktik serta dinamika kelompok. Namun, dalam tatanan teknis pelaksanaannya metode ini akan sedikit menghambat penyelesaian silabus ataupun rancangan pembelajaran yang seharusnya menunjang tujuan pembelajaran secara komleks sebab tidak semua topik pembelajaran dapat dituangkan melalui permainan. Selain itu, metode ini juga memerlukan banyak waktu sehingga efektifitas serta efisiensi pembelajaran sedikit terhambat.

Penelitian ini mencoba untuk meneliti bagaimana dampak metode fun learning dalam meningkatkan motivasi belajar anak secara mandiri dengan lembaga yang menyelenggarakan kegiatan pembelajarannya adalah BIMBA (Bimbingan Minat Baca) AIUEO yang bergerak dalam jalur pendidikan nonformal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dibawah naungan Yayasan Pengembangan Anak Indonesia (YPAI).



B.     Identifikasi Masalah

Berdasarkan Latar belakang yang telah dipaparkan diatas, terdapat beberapa masalah yang akan diteliti. Untuk menjawab fokus masalah tersebut, maka peneliti mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1.      Masih minimnya peran keluarga dalam optimalisasi memfolow up pembelajaran dikelas kedalam kehidupan sehari hari.

2.      Kurang optimalnya waktu dalam kbm.

3.      Kompetensi tenaga pendidik yang kurang faham akan model pembelajaran kuhusnya model Fun Learning.

4.      Perlunya  media pembelajaran yang dapat meningkatkan kuriositas anak didik serta motivasi belajar mandiri.



C.    Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini, difokuskan pada sub fokus sebagai berikut :

1.      Bagaimana penerapan metode Fun Learning di BIMBA AIUEO?

2.      Bagaimana hasil penerapan metode Fun Learning di BIMBA AIUEO?

3.      Apa faktor pendorong dan penghambat penerapan metode Fun Learning di BIMBA AIUEO?

D.    Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus masalah tersebut tujuan yang hendak dicapai dalam dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1.      Strategi penerapan metode Fun Learning di BIMBA AIUEO.

2.      Hasil penerapan metode Fun Learning di BIMBA AIUEO.

3.      Faktor pendorong dan penghambat penerapan metode Fun Learning di BIMBA AIUEO.



E.     Kegunaan Penelitian

Penulis berharap dari hasil yang diperoleh dari penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut :

1.      Kegunaan teoretis :

a.       Berkaitan dengan hasil-hasil pemikiran rasional yang dapat di sumbangkan untuk mencakup penjelasan umum. Penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi dalam ilmu pengetahuan pada umumnya dan Pendidikan Luar Sekolah pada khususnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan studi perbandingan dalam membahas dan mengembangkan keilmuan yang memiliki relevansi dengan bahasan dalam tulisan ini.

b.      Hasil penelitian ini pula diharapkan dapat menambah wacana Kajian Sosiologi maupun Antropologi terutama konsentrasi tentang kajian Pendidikan Non Formal dan penerapan metode Fun Learning serta dapat digunakan sebagai referensi bagi yang akan melakukan penelitian sejenis.

4.      Kegunaan Praktis :

a.       Menunjukan penggunaan strategi yang disesuaikan dengan kebutuhan Pendidikan dalam ruang lingkup pembahasan. Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat sebagai bahan informasi dan menambah wawasan bagi pembacanya. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi positif bagi lembaga penyelenggara pendidikan dan masyarakat luas.

b.      Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam strategi penetapan metode Fun Learning khususnya di lembaga BIMBA AIUEO. Serta sebagai bahan pengetahuan terkait penerapan metode Fun Learning.  sehingga dapat memberikan gambaran atau contoh mengenai penerapan metode Fun Learning di BIMBA AIUEO.



F.     Sistematika Penulisan

BAB I       PENDAHULUAN

Menguraikan latar belakang masalah yang akan diteliti, Identifikasi Masalah, Fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II    TINJAUAN TEORI

Berisi konsep-konsep sebagai dasar untuk menganalisis masalah penelitian yaitu : Konsep Pengelolaan, Konsep Pendidikan Luar Sekolah, Konsep Pelatihan dan Konsep Kecakapan Hidup.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III menjelaskan tentang metode penelitian yan digunakan oleh peneliti. BAB III ini menjelaskan beberapa komponen seperti Metodelogi dan Pendekatan Penelitian, Sumber Data, Teknik dan Pedoman Pengumplan Data, Langkah-langkah Penelitian, Teknik Pengolahan dan Analisis Data, serta Waktu dan Tempat Penelitian.




BAB II

TINJAUAN PUSTAKA



A.    Konsep Pendidikan Luar Sekolah

1.      Pengertian Pendidikan Luar Sekolah

Pendidikan Non Formal (Pendidikan Luar Sekolah) biasa disebut dengan PLS merupakan pendidikan masyarakat yang karena sesuatu dan lain hal, seseorang tidak dapat menyelesaikan pendidikan di pendidikan formal, maka pendidikan luar sekolah dalam kurun waktu 14 – 45 tahun bisa bergabung ke pendidikan luar sekolah ini, adalah pendidikan yang ternyata lebih tua dari pendidikan formal ini di Indonesia. Diawali sejak penjajah pemerintah Belanda berkeinginan melakukan sesuatu.Maka para pemuda terampil mereka daftar untuk mengikuti kursus tertentu ke tempat yang ditentukan.Misal pihak pemerintah Belanda berkeinginan mendirikan Gedung Pemerintahan di kota-kota besar di Indonesia.Maka mereka kursus para pemuda dalam dunia pertukangan dalam kurun waktu tertentu.Setelah anggaran dari negeri Belanda datang, maka tenaga kerja yang telah selesai dilatih tersebut mengerjakan Bangunan Gedung Kantor Pemerintah Belanda.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar sekolah pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstuktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.Berdasarkan kedua jalur tersebut maka satuan-satuan pendidikan luar sekolah terdiri atas keluarga, kelompok belajar, lembaga kursus dan pelatihan, majelis taklim, pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), dan lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pendidikan yang sejenis.

Jalur pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (pasal 1).Jalur pendidikan ini diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah dan atau pelengkap pendidikan formal. Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan non formal adalah lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, majlis taklim serta satuan pendidikan sejenis (pasal 26).

Meskipun kesemua istilah tersebut memiliki perbedaan dan kesamaan dengan pendidikan nonformal, akan tetapi sangat sulit untuk merumuskan pengertian yang konprehensif dan berlaku umum, mengingat titik pandang yang berbeda. Berikut ini diuraikan berbagai definisi tentang pendidikan nonformal yang dikemukakan oleh para ahli:

Secara luas Coombs dalam Kamil 2011:13 memberikan rumusan tentang pendidikan nonformal adalah: setiap kegiatan pendidikan yang terorganisasi, diselenggarakan di luar pendidikan persekolahan, diselenggarakan secara tersendiri atau merupakan bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih luas dengan maksud memberikan layanan khusus kepada warga belajar di dalam mencapai tujuan belajar.

Niehoff dalam Kamil 2011:14 merumuskan pendidikan nonformal secara terperinci yakni: Nonformal education is defined for our purpose as the method of assessing the needs end interests of adults and out-of school youth in developing countries-of communicating with them, motivating them to patterns, and related activities which will increase their productivity and improve their living standard.

Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan sosial dalam hal ini adalah semua kegiatan pendidikan termasuk di dalamnya pendidikan olahraga dan rekreasi yang diselenggarakan dengan menggunakan kurikulum sekolah. (article.2) lifelong learning in japan dalam Kamil 2011:14.

Dari definisi-definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan, bahwa pendidikan nonformal dalam proses penyelenggaraannya memiliki suatu sistem yang terlembagakan, yang di dalamnya terkandung makna bahwa setiap pengembangan pendidikan nonformal perlu perencanaan program yang matang, melalui kurikulum, isi program, sarana, prasarana, sasaran didik, sumber belajar, serta faktor-faktor yang satu sama lain tak dapat dipisahkan dalam pendidikan nonformal.



2.         Karakteristik Pendidikan Luar Sekolah

Pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah mempunyai beberapa karakteristik dalam Sudjana 2004:74-79 yaitu:

a.          Pendidikan Luar Sekolah sebagai Subtitute dari pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dapat menggantikan pendidikan jalur sekolah yang karena beberapa hal masyarakat tidak dapat mengikuti pendidikan di jalur persekolahan (formal). Contohnya: Kejar Paket A, B dan C

b.         Pendidikan Luar Sekolah sebagai Supplement pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk menambah pengetahuan, keterampilan yang kurang didapatkan dari pendidikan sekolah. Contohnya: private, les, training

c.          Pendidikan Luar Sekolah sebagai Complement dari pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk melengkapi pengetahuan dan keterampilan yang kurang atau tidak dapat diperoleh di dalam pendidikan sekolah. Contohnya: Kursus, try out, pelatihan dll.

3.      Azas-azas Pendidikan Luar Sekolah

Menurut Sudjana 2004:183 menyatakan bahwa azas-azas pendidikan luar sekolah adalah sebagai berikut :

a.       Azas Kebutuhan

Azas kebutuhan menyangkut kebutuhan hidup manusia (hiumanit), kebutuhan pendidikan (educationit), kebutuhan belajar (Learningnids).

b.      Azas Pendidikan Sepanjang Hayat

Azas pendidikan sepanjang hayat artinya, pendidikan ini hanya akan berakhir tak kala manusia meninggal dunia.

c.       Azas Relevansi PLS dalam Pembangunan Masyarakat

Azas relevansi PLS dalam Pembangunan Masyarakat mengandung arti bahwa PLS memiliki keterkaitan erat terhadap bangsa.

d.      Azas Kewawasan Masa Depan

Azas ini memberi arahan bahwa PLS berorientasi pada perubahan yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang.

Dari urutan dia atas, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Luar Sekolah perlu memantapkan misi, fungsi dan tugasnya dengan menerapkan azas-azas : kebutuhan, pendidikan sepanjang hayat, relevansi dengan pembangunan masyarakat, dan wawasan kemasa depan. Upaya pemantapan ini sangat penting didasarkan atas fenomena yang menunjukan bahwa makin berkembang suatau masyarakat dan bangsa kearah masyarakat industry dan masyarakat informasi makin meningkat pula tuntutan dan harapan masyarakat serta kebutuhan bangsa terhadap kehadiran dan kiprah Pendidikan Luar Sekolah.



4.      Satuan, Jenis dan Lingkup Pendidikan Luar Sekolah

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan diluar sekolah pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstuktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.Berdasarkan kedua jalur tersebut maka satuan-satuan pendidikan luar sekolah terdiri atas keluarga, kelompok belajar, lembaga kursus dan pelatihan, majelis taklim, pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), dan lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pendidikan yang sejenis.

Jenis Pendidikan Luar Sekolah, Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 Tentang Pendidikan Luar Sekolah, mencakup pendidikan umum, pendidikan keagamaan, pendidikan jabatan kerja, pendidikan kedinasan, dan  pendidikan kejuruan. Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan, peningkatan keterampilan, dan sikap warga belajar dalam bidang tertentu.Jenis pendidikan ini dilakukan pada program kelompok belajar Paket A, B, dan C, kursus bahasa, bimbingan belajar dan sebagainya.Pendidikan keagamaan mempersiapkan warga belajar untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan. Jenis pendidikan ini dilakukan di majelis taklim, pesantren salafiah, taman pendidikan Al-Qur’an, seminari dan sebagainya. Pendidikan jabatan kerja merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan sikap warga belajar untuk memenuhi persyaratan pekerjaan tertentu pada satuan kerja yang bersangkutan.Jenis pendidikan dilaksanakan oleh pelatihan kerja, magang, sanggar, padepokan, dan sebagainya.Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai suatu departemen atau lembaga nondepartemen.Jenis ini pada umumnya dilakukan melalui program pelatihan (prajabatan dan dalam jabatan).Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan warga belajar untukdapat bekerja dalambidang tertentu.jenis ini dilaksanakan melalui program kursus-kursus, pelatihan, kelompok belajar, magang, dan sebagainya.

Lingkup pendidikan luar sekolah meliputi pertama, pendidikan anak usia dini yang dilakukan melalui kelompok bermain dan taman penitipan anak. Kedua, pendidikan keaksaraan yang merupakan garapan utama program keaksaraan fungsional. Ketiga, pendidikan kesetaraan yang dilakukan melalui program Paket A setara SD, paket B setara SLTP, dan paket C setara SMU. Keempat, pendidikan kecakapan hidup yang menjadi bidang garapan program kelompok belajar usaha (KBU), kursus-kursus, pelatihan keterampilan , magang , sanggar , padepokan , dan sebagainya . Kelima pendidikan kepemudaan. Keenam pendidikan atau pemberdyaan perempuan .ketujuh pendidikan orang usia lanjut.

Sesuai dengan satuan, jenis dan lingkup pendidikan luar sekolah maka program-program pendidikan luar sekolah mencakup pendidikan untuk keluarga, pendidikan dalam keluarga, kelompok bermain, taman penitipan anak, kelompok belajar keaksaraan fungsional, kelompok belajar paket (A, B, dan C), kelompok belajar usaha (KBU), kelompok berlatih olahraga (KBO), kursus-kursus (teknologi kerumahtanggaan, kesehatan, keolahragaan, pertanian, kesenian, kerajinan dan industri, teknik dan perambahan, jasa, bahasa dan rumpun khusus), pelatihan, pengajian, pesantren (salafiah, pesantren ramadhan, pesantren kilat), penyuluhan, magang, bimbingan belajar, kegiatan ekstra kulikuler (pramuka, paskibra, palang merah remaja, dsb), sanggar, padepokan, dan pembelajaran melalui media masa. Dengan demikian, program-program pendidikan luar sekolah bersifat horisontal dan dapat pula vertikal, berbeda dengan program-program pendidikan nonformal yang bersifat vertikal sesuai dengan satuannya yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.



B.     Konsep Dasar Strategi

      Strategi adalah ilmu dan seni menggunakan kemampuan bersama sumber daya dan lingkungan secara efektif yang terbaik. Terdapat empat unsur penting dalam pengertian strategi, yaitu: kemampuan, sumber daya, lingkungan dan tujuan. Empat unsur tersebut, sedemikian rupa disatukan secara rasional sehingga muncul beberapa alternatif pilihan yang kemudian dievaluasi dan diambil yang terbaik. Lantas hasilnya dirumuskan secara tersurat sebagai pedoman taktik yang selanjutnya turun pada tindakan operasional. Rumusan strategi paling tidak mesti memberikan informasi apa yang akan dilakukan, mengapa dilakukan demikian, siapa yang akan bertanggung jawab dan mengoperasionalkan, berapa besar biaya, lama waktu pelaksanaan, dan hasil apa yang akan diperoleh. Akhirnya tidak terlupa keberadaan strategi pun harus konsisten dengan lingkungan, mempunyai alternatif strategi, fokus keunggulan dan menyeluruh, mempertimbangkan kehadiran risiko, serta dilengkapi tanggung jawab sosial. Singkatnya strategi yang ditetapkan tidak boleh mengabaikan tujuan, kemampuan, sumber daya, dan lingkungan.   

      Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan, dalam pengembangannya konsep mengenai strategi harus terus memiliki perkembangan dan setiap orang mempunyai pendapat atau definisi yang berbeda mengenai strategi.

      Secara khusus, strategi adalah penempatan misi organisasi sosial, penetapan sasaran organisasi dengan mengingat eksternal dan internal, perumusan kebijakan dan cara tertentu untuk mencapai sasaran dan memastikan implementasinya secara tepat, sehingga tujuan dan sasaran utama organisasi akan tercapai (Anshori, 2014: 18-20).

      Menurut Effendy, mengatakan bahwa strategi pada hakikatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan, namun untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang memberikan arah saja melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.

      Strategi partisipatif mengacu pada konsep strategi partisipatif yang dikemukakan Sudjana (2000), yakni upaya pendidik untuk mengikutsertakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Keikutsertaan peserta didik itu diwujudkan dalam tiga tahapan kegiatan pembelajaran, yaitu perencanaan program (program planning), pelaksanaan (program implemention), dan penilaian (program evaluation) kegiatan pembelajaran.

Definisi strategi secara umum dan khusus sebagai berikut:

a.       Definisi Umum
Strategi adalah proses penentuan rencana para 
pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai.

b.      Definisi khusus
Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan 
inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies).

1.      Ciri-ciri Strategi

Adapun ciri-ciri strategi menurut Hamdani (2011:18) adalah sebagai berikut:

a.              Wawasan waktu, meliputi cakrawala waktu yang jauh kedepan, yaitu waktu yang diperlukan untuk melaksakan kegiatan tersebut dan waktu yang diperlukan untuk mengamati dampaknya.

b.             Dampak. Walaupun dasar akhir dengan mengikuti strategi tertentu tidak langsung terlihat untuk jangka waktu lama, dampak akhir akan sangat berarti.

c.              Pemusatan upaya. Sebuah strategi yang efektif biasanya mengharuskan pemusatan kegiatan, upaya, atau perhatian terhadap rentang sasaran yang sempit.

d.             Pola keputusan. Kebanyakan strategi mensyaratkan bahwa sederetan keputusan tertentu harus diambil sepanjang waktu. Keputusan-keputusan tersebut harus saling menunjang, artinya mengikuti suatu pola yang konsisten.

e.              Peresapan. Sebuah strategi mencakup suatu spectrum kegiatan yang luas mulai dari proses alokasi sumber daya sampai dengan kegiatan operasi harian. Selain itu, adanya konsistensi sepanjang waktu dalam kegiatan-kegiatan ini mengharuskan semua tingkatan organisasi bertindak secara naluri dengan cara-cara yang akan memperkuat strategi.

Dengan demikian, strategi dapat diartikan sebagai suatu susunan, pendekatan, atau kaidah-kaidah untuk mencapai suatu tujuan dengan menggunakan tenaga, waktu, serta kemudahan secara optimal.

2.      Proses Strategi

      Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa strategi adalah ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa-bangsa untuk melaksanakan kebijakan tertentu di perang dan damai, atau rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus (Saputra, 2015: 173). Menurut Anshori (2014: 18-20) untuk menentukan atau membuat strategi ada tiga tahap proses strategi, yaitu:

a.       Perumusan strategi, yaitu dengan mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang, membuat sejumlah strategi alternatif, dan memilih strategi tertentu.

b.      Pelaksanaan strategi, yaitu dengan mengharuskan sebuah organisasi sosial untuk menetapkan sasaran tahunan, membuat kebijakan, memotivasi anggota, dan mengalokasi sumber daya sehingga perumusan strategi dapat dilaksanakan. 

c.       Evaluasi strategi, yaitu dengan pimpinan harus benar-benar mengetahui alasan strategi-strategi tertentu tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam hal ini, evaluasi strategi adalah cara pertama untuk memperoleh informasi. Semua strategi dapat berubah sewaktu-waktu karena faktor eksternal dan internal selalu berubah.



3.      Jenis-Jenis Strategi

      Adapun jenis-jenis strategi menurut Anshori (2014: 20-22), terbagi menjadi lima bagian yaitu:

a.       Klasifikasi berdasarkan ruang lingkup, strategi ini merupakan strategi utama (induk). Strategi ini dapat dirumuskan lebih sempit seperti strategi program, dan ini dapat dirancang sebagai sub strategi.

b.      Klasifikasi berdasarkan tingkat organisasi, misalnya di dalam sebuah perusahaan yang terdiri atas sejumlah devisi yang sekurang-kurangnnya dua tingkat, yaitu strategi kantor pusat dan strategi devisi.

c.       Klasifikasi berdasarkan sumber material dan bukan material, kebanyakan strategi berkenaan dengan sumber yang bersifat fisik. Namun, strategi dapat mengenai penggunaan tenaga kerja manajer, tenaga ilmuan, dan lain sebagainya. Strategi dapat juga berkenaan dengan gaya manajemen, gaya berpikir, atau falsafah, tentang hal-hal yang merupakan sikap suatu instansi terhadap tanggung jawab sosial. 

d.      Klasifikasi berdasarkan tujuan atau fungsi, misalnya pertumbuhan adalah sarana utama dari kebanyakan perusahaan dan terdapat banyak strategi yang dapat dipilih untuk menjamin pertumbuhan tersebut.

e.       Strategi pribadi pimpinan, bersifat mendasar, biasanya tidak tertulis, dan merupakan kerangka untuk mengembangkan strategi organisasi.



C.    Konsep Fun Learning

  Pada definisinya, Fun berarti kegembiraan, kesenangan , sedangkan learn berarti belajar, mempelajari. Sesuai dengan artinya metode fun learning adalah metode pembelajaran yang mana seorang guru harus menciptakan suasana hangat dan menyenangkan. Suasana hangat , akrab memungkinkan terciptanya pembelajaran yang efektif dan partisipatif. Menyenangkan, maksudnya apapun yang kita ajarkan akan mudah diterima dengan senang hati dan ketika sesuatu itu mudah diterima maka anak akan mudah melakukan suatu perubahan.  

Berbagai pendekatan dan strategi pengelolaan kelas akan dengan mudah menciptakan dan mempertahankan iklim belajar yang baik dan menyenangkan. Iklim yang demikian memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan potensi – potensi dirinya secara optimal. Masalahnya adalah tidak banyak guru yang mau bersusahpayah mencari inovasi- inovasi baru dalam pembelajaran yang penuh dengan kreativitas.

Agar kita dapat menciptakan suasana Fun Learning, dibutuhkan penggunaaan metode belajar yang tepat. Sebagaimana kita ketahui kedudukan metode sangatlah penting dalam proses interaksi antara guru dan siswa ketika belajar, yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan. Oleh sebab itu seorang guru harus bisa memilih metode yang sesuai dengan kondisi anak dan disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan disampaikan.

Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.

Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.

Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.

.



D.    Strategi Belajar Mandiri

Belajar mandiri merupakan kegiatan belajar aktif yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna untuk menyelesaikan suatu masalah, hal tersebut dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Pembelajaran Mandiri adalah proses dimana siswa dilibatkan dalam mengidentifikasi apa yang perlu untuk dipelajari dan menjadi pemegang kendali dalam menemukan dan mengorganisir jawaban. Hal ini berbeda dengan belajar sendiri (Kirkman, 2007:180)

Penetapan kompetensi sebagai tujuan belajar, dan cara pencapaiannya baik penetapan waktu belajar, tempat belajar, sumber belajar maupun evaluasi hasil belajar dilakukan oleh pembelajaran mandiri. Selain komponen-komponen utama dalam konsep belajar mandiri, ada beberapa ciri-ciri lain yang menandai belajar mandiri, antara lain:

1.     Pyramid Tujuan, semakin tinggi kualitas kegiatan belajar, akan semakin banyak kompetensi yang diperoleh.

2.     Sumber belajar dari guru, tutor, kawan dll dan Media Belajar antara lain: paket-paket belajar yang berisi self instructional material, buku teks, hingga teknologi informasi lanjut.

3.     Belajar mandiri dapat dilakukan dimanapun tempat yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar dan dapat dilaksanakan setiap waktu

4.     Pembelajar memiliki cara belajar yang tepat untuk dirinya sendiri (auditif, visual, kinestetik, atau tipe campuran)

5.     Belajar mandiri juga dapat dijalankan dalam sistem pendidikan formal, nonformal, ataupun bentuk-bentuk belajar campuran.

  1. Batasan-batasan pembelajaran mandiri
  2. Kegiatan belajar aktif merupakan kegiatan belajar yang memiliki cirri keaktifan pembelajar, persistensi, keterarahan dan kreativitas untuk mencapai tujuan.
  3. Motif atau niat untuk menguasai suatu kompetensi adalah kekuatan pendorong kegiatan belajar secara intensif, persisten, terarah dan kreatif.
  4. Kompetensi adalah pengetahuan atau keterampilan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah.
  5. Dengan pengetahuan yang telah dimiliki, pembelajar mengolah informasi yang diperoleh dari sumber belajar sehingga menjadi pengetahuan ataupun keterampilan baru yang dibutuhkannya.
  6. Tujuan belajar hingga evaluasi hasil belajar, ditetapkan sendiri oleh pembelajar sehingga mereka sepenuhnya menjadi pengendali kegiatan belajar.
  7. Wujud Fisik Belajar Mandiri



      Salah satu definisi belajar mandiri atau kemandirian dalam belajar adalah: “…the ability to take charge of one’s learning  (H. Holec, 1981), yaitu kemampuan seseorang dalam bertanggungjawab atas proses pembelajarannya. Belajar mandiri disebut juga sebagai self directed learning atau independent learning atau self regulated learning. Harrison (1978), melihat self directed learning sebagai proses pengorganisasian instruksi, yaitu memfokuskan perhatian siswa pada tingkat otonomi atas proses instruksional. Guglielmino (1977) dan Kasworm (1988), mendefinisikan self directed learning sebagai pengarahan diri sendiri sebagai atribut pribadi, dengan tujuan pendidikan digambarkan sebagai individu berkembang yang dapat mengasumsikan otonomi moral, emosional, dan

intelektual (Candy, 1991). 

      Belajar mandiri dalam pengertian self regulated learning menurut Bell dan Akroyd (2006) merupakan bagian dari teori pembelajaran kognitif yang menyatakan bahwa perilaku, motivasi, dan aspek lingkungan belajar mempengaruhi prestasi seorang siswa. Chamot (1999) menyatakan bahwa, self regulated learning adalah sebuah situasi belajar di mana siswa memiliki kontrol terhadap proses pembelajaran tersebut melalui pengetahuan dan penerapan strategi yang sesuai, pemahaman terhadap tugas-tugasnya, penguatan dalam pengambilan keputusan dan motivasi belajar. Montalvo dan Torres (2004) berpendapat bahwa mahasiswa yang telah mampu melakukan self regulated learning akan tercermin dari kemampuan mereka berpartisipasi aktif dalam pembelajaran baik dari segi metakognitif, motivasi dan kesungguhan perilaku dalam pencapaian tujuan belajar. 



E.     Penerapan Konsep Belajar Mandiri Secara Mandiri

      Belajar mandiri dalam pelaksanaannya memerlukan pemahaman beberapa konsep sehingga kegiatan belajar mandiri dapat berjalan dengan optimal. Efektivitas pelaksanaan konsep belajar mandiri dapat ditingkatkan dengan memahami konsep motivasi, orientasi tujuan, self-efficacy, locus of control, metakognisi, dan self-regulasi. 

      Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Intensitas berasal dari bahasa latin yaitu intentio yang berarti ukuran kekuatan, keadaan tingkatan atau ukuran intensnya; arah siswa adalah kompleks dan multidimensi (Lumsden, 1994; 1999). Pada dasarnya, itu terdiri dari berbagai alasan situasional mengapa siswa memilih apakah atau tidak untuk terlibat dalam tugas-tugas akademik. Motivasi terdiri dari

dua jenis, yaitu motivasi intrisik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrisik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri sendiri. Motivasi ini timbul karena dorongan dari dalam diri inddividu bersangkutan. Misalnya, “Saya belajar dengan tekun karena saya ingin menguasai materi tersebut, sehingga saya tidak mengalami kesulitan dalam mempelajari materi berikutnya”. Motivasi ekstrinsik adalah

motivasi yang timbul karena dorongan dari lingkungan, dapat dorongan dari keluarga, teman, maupun lingkungan masyarakat umum. Misalnya, “Saya belajar dengan tekun supaya dapat segera selesai kuliah, dan bekerja, sehingga dapat mengurangi beban orangtua dalam membiayai saya”. 

      Orientasi tujuan adalah sebuah konsep sempit daripada motivasi. Tujuan merupakan pernyataan tentang keadaan yang diinginkan di mana seseorang bermaksud untuk mewujudkannya dan sebagai pernyataan tentang keadaan di waktu yang akan datang di mana seseorang tersebut akan mewujudkannya. Berorientasi pada tujuan memberikan panduan kepada individu untuk menetapkan tujuan yang menantang bagi diri sendiri dan mempertahankan tingkat komitmen

yang tinggi untuk tujuan-tujuan meskipun menghadapi hambatan atau tantangan.

      Tujuan sebagai orientasi, maka selain tujuan tersebut “menantang” juga harus dirumuskan dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi yang melingkupinya serta daya dukung sumber daya yang dimiliki dan dapat diakses. Self-efficacy didefinisikan sebagai "penilaian orang tentang kemampuan mereka untuk mengatur dan menjalankan program tindakan yang diperlukan untuk mencapai jenis yang ditunjuk dari pertunjukan" (Bandura, 1986, di Linnenbrink & Pintrich 2003, hal 120). Self-efficacy berbeda dari harga diri pada bahwa itu adalah penilaian pribadi kompetensi, bukan reaksi emosional terhadap prestasi yang sebenarnya. Self-efficacy yang lebih spesifik untuk suatu tugas

(misalnya, "saya dapat mengurangi pecahan dengan benar"), bukan gagasan umum kompetensi (misalnya, "saya baik di matematika"). Linnenbrink dan

      Pintrich (2003) menggambarkan tiga komponen penting terkait dengan selfefficacy: keterlibatan perilaku, keterlibatan kognitif, motivasi dan keterlibatan. Keterlibatan perilaku adalah perilaku yang dapat diamati guru dapat melihat di dalam kelas ketika siswa mengerjakan tugas. Keterlibatan kognitif adalah berpikir kritis, mengambil keuntungan dari strategi belajar yang berbeda, dan menggunakan metakognisi. Motivasi keterlibatan termasuk kepentingan pribadi siswa dalam tugas dan persepsi tentang nilai dan pentingnya utilitas umum tugas.

      Sebuah tingkat yang lebih tinggi keterlibatan motivasi telah ditunjukkan untuk meningkatkan prestasi siswa.

      Locus of Control (pusat dari kontrol). Locus of Control atau (loc) adalah bagaimana seorang individu mengartikan sebab musabab dari suatu peristiwa. Locus of Control ada dua 1) Internal locus of control: Seseorang dengan internal locus of control adalah mereka yang merasa bertanggung jawab atas kejadian - kejadian tertentu yang dialaminya. 2) External locus of control: seseorang dengan External Locus of Control adalah mereka yang seringkali menyalahkan (atau bersyukur) atas keberuntungan, petaka, keadaan dirinya, atau kekuatan - kekuatan lainnya di luar dirinya. Locus of control sangat berpengarus pada proses pembelajaran yang dilakukan. Siswa mandiri akan memusatkan kontrolnya pada diri sendiri (internal locus of control).

      Metakognisi. Menurut Baker dan Anderson metakognisi merupakan pengetahuan seseorang dan kontrol terhadap proses-proses kognitif yang dimilikinya (Lawson, 1984:90). Aktivitas berpikir dan belajar seseorang yang memiliki strategi metakognisi yang baik selalu berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan melalui mekanisme control yang baik pula (Hsiao, 1997:1). Dengan demikian metakognisi dapat diartikan sebagai kemampuan pebelajar untuk menganalisis, merenungkan, dan memahami kognitif sendiri dan proses belajar yang dilakukan, dengan mengidentifikasi strategi-strategi pembelajaran yang tepat dalam konteks yang tepat.

      Self-regulasi adalah kemampuan siswa mengontrol minat, sikap, dan upaya untuk melaksanakan tugas dan meraih tujuan, dengan memahami persyaratan dari tugas atau tujuan. Siswa selalu melakukan pemantau dan evaluasi atas pelaksanaan pembelajarannya tanpa bantuan orang lain.  Penerapan belajar mandiri dapat dilakukan dengan:

      1) Evaluasi dan refleksi, siswa dilatih dan dibimbing untuk melakukan evaluasi dan refleksi atas proses pembelajaran yang dilakukan. Analisis hasil dan kebermaknaan metode yang dipakai, dapat dijadikan sebagai proses penilaian kemajuan yang didapat selama proses belajar. Catatan pada setiap tahap belajar dibuat sebagai dokumentasi bahan evaluasi dan refleksi

      2) Berbagi, berbagi membawa dampak atas evaluasi dan perbaikan dari yang dilakukan. Berbagi selain “memberi” namun langsung ataupun tidak langsung telah “menerima” juga. Dengan demikian perbaikan dan pengembangan pelaksanaan belajar pada waktu yang akan datang dapat lebih baik. Berbagi dapat dilakukan dalam proses belajar kelompok, secara fisik dan dunia maya. Keterbukaan dalam berbagi, akan semakin meningkatkan kesempatan bagi yang berbagi untuk menerima juga.

3) Bertanya, seseorang yang mampu bertanya dalam proses belajar,

      maka menunjukkan kemampuan diri dalam menganalisis kondisi diri pribadi apakah belum tahu atau sudah tahu. Sifat pertanyaan selain untuk mencari tahu sesuatu yang belum diketahui, juga berfungsi dalam memastikan apakah yang sudah diketahui benar, mengembangkan sesuatu yang sudah diketahui untuk  dilakukan pengayaan. Sebuah pertanyaan dapat mendorong siswa untuk semakin

      termotivasi dalam menguasai materi ajar. Pertanyaan-pertanyaan yang

      bersifat analisis, terbuka dan memerlukan pemikiran tingkat tinggi lebih dikembangkan daripada pertanyaan-pertanyaan yang mempunyai jawaban benar atau salah. Kemampuan siswa dalam membuat pertanyaan juga terus dikembangkan. 

      4) Memberi apresiasi/penghargaan atas pendapat siswa. Pemberian

            apresiasi kepada siswa yang memberikan pendapatnya dapat meningkatkan rasa percaya diri. Siswa akan meningkat rasa percaya diri ketika mereka tahu bahwa pendapat mereka ditanggapi dengan serius. Apapun pendapat siswa, Guru menanggapi dengan serius dan memastikan bahwa pendapat yang “salah”pun mempunyai arti penting dalam proses pembelajaran. Dengan cara demikian, kesempatan siswa mengungkapkan penguasaan kompetensi dan kepedulian pada proses pembelajaran mendapatkan porsi yang semestinya. 

      5) Membangun kepercayaan diri Siswa.

            Kepercayaan diri menjadi syarat mutal dalam belajar mandiri. Siswa mandiri akan semakin meningkat ketika kepercayaan diri meningkat. Proses membangun kepercayaan diri dilakukan sejak awal. Disediakan kerangka dasar dalam mengenali dan merekam kemajuan belajar. Hal ini diperlukan untuk menunjukan kepada siswa bahwa proses pembelajaran berjalan dengan baik yang dbuktikan dengan peningkatan kompetensi. Komentar konstruktif, umpan balik yang jelas dari rekan-rekan serta guru akan menjadi informasi yang sangat berharga dala merencanakan proses berikutnya. Keraguan diri yang timbul atas hasil  belajar sebelumnya harus dihilangkan dengan menunjukkan sisi-sisi yang berhasil dari proses yang sudah dilalui.

      6) Kepercayaan diri Guru.

      Terkadang bukan siswa yang tidak mau belajar mandiri, sebaliknya, justru guru belum dapat meyakinkan dirinya bahwa siswa pasti mampu. Keraguan guru sangat wajar, karena pengalaman yang dilalui, kurangnya peningkatan kompetensi, dan tuntutan hasil belajar yang nilai semata dan instan. Meningkatkan kepercayaan diri guru penting untuk membangun suasana yang secara terencana meningkatkan kualitas dan kuantitas belajar mandiri, sehingga belajar mandiri sudah menjadi sikap dari siswa. Perancangan evaluasi secara autentik dan berbasis standar kompetensi penting untuk meyakinkan guru bahwa tujuan pembelajaran tercapai. Demikian juga proses pemanfaatan hasil belajr (yang berupa kompetensi) sebelumnya dipakai dalam proses pembelajaran selanjutnya.

      7) Siswa sebagai pusat.

      Mendorong siswa untuk dapat mendemonstrasikan apa yang telah dipelajari, hal ini membantu untuk memperkuat pembelajaran mereka. Menjelaskan poin yang telah dipelajari kepada orang lain dalam kelompok mereka. Membantu peserta didik untuk merasa aman dengan tingkat eksposur dengan menjelaskan tujuan pembelajaran. Jika siswa mengalami kesulitan, beri kesempatan kepada yang sudah memahami untuk berbagi strategi cara memahami materi ajar.

      8) Perencanaan diri. Perencanaan yang komprehensif dan dilakukan sendiri oleh siswa akan meningkatkan motivasi belajar. Tujuan pembelajaran secara individu penting untuk dilakukan. Tujuan secara umum, yaitu dari keseluruhan proses pembelajaran, dan secara khusus pada mata ajar, kompetensi dasar dan standar kompetensi tertentu, dan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari sekarang dan masa yang akan datang. Diskusikan pembelajaran yang akan membantu mencapai tujuan tersebut. Identifikasi dukungan yang dibutuhkan. Buat program untuk meningkatkan kompetensi pendukung dalam belajar seperti kemampuan bahasa, logis matematis, dan komunikasi. Identifikasi kebutuhan suasana siswa yang variatif, termasuk tempat belajar yang tidak terkungkung di ruangan kelas dan lingkungan “dalam” sekolah semata.rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Kata kebudayaan berasal dari kata sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi  yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal.  Demikian budaya adalah daya dari budi yang merupakan cipta, karsa dan rasa itu. Dalam istilah antropologi budaya perbedaan itu ditiadakan. Kata Budaya disini hanya dipakai sebagai suatu singkatan saja dari kebudayaan dengan arti yang sama.

     




BAB III

METODOLOGI PENELITIAN



A.    Pendekatan dan Metode Penelitian

Setiap karya ilmiah yang dibuat disesuaikan dengan metodologi penelitian. Dan seorang peneliti harus memahami metodologi penelitian yang merupakan seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah (cara) sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah-masalah tertentu.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Dalam penelitian kualitatif deskriptif, akan dijabarkan gambaran hasil-hasil penelitian yang didapat dalam wawancaranya. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang bersifat deskriptif dan cenderung mencari sebuah makna dari data yang didapatkan dari hasil sebuah penelitian. Pendekatan ini biasanya digunakan seseorang ketika akan meneliti terkait dengan masalah sosial dan budaya.

Menurut Moleong (2011:6), mengemukakan bahwa pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Dengan kata lain penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan yang ada.

Metode deskriptif adalah salah satu jenis metode yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti antara fenomena yang diuji.

Menurut Whitney (1960), metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termaksud tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Dalam metode Deskriptif, penelitian bisa saja membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komparatif.



B.     Jadwal Penelitian

1.      Lokasi Penelitian

      Lokasi penelitian ini berada Di Sempu, Banten Girang, Kelurahanan Cipare, Kecamatan Serang, Kota Serang Banten. Alamat yang sangat strategis yang strategis untuk instansi pendidikan, karena dekatan dengan pusat Kota dan pemukiman perkotaan penduduk Provinsi Banten. Apalagi dengan kondisi masyarakat yang heterogen dan maju sehingga BIMBA akan sangat diminati oleh para orang tua anak didik yang notabene penuh kehawatiran dan tidak punya waktu senggang untuk sekolah anak.

2.      Waktu Penelitian

Berikut adalah jadwal penelitian yang dimulai dari persiapan penelitian sampai dengan publikasi hasil penelitian. Secara umum waktu penelitian yang dibutuhkan kurang lebih selama enam bulan seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini :





Tabel 1

    Jadwal Penelitian

Jenis Kegiatan
Tahun 2018
Tahun 2019
Oktober
November
Desember
Januari
Februari
Maret
April
Persiapan penelitian







Perencanaan penelitian







Penentun judul proposal/desain penelitian







Studi pendahuluan untuk menentukan lokasi penelitian







Penyusunan dan persetujuan proposal/desain penelitian







Perumusan dan penyempurnaan kisi-kisi dan instrumen penelitian







Pengurusan ijin penelitian







Pengumpulan data di lapangan







Pengolahan dan analisis data







Penyusunan laporan







Penggandaan laporan







Publikasi hasil penelitian melalui seminar










C.    Sumber Data

Menurut Lofland dalam Basrowi dan Suwandi (2008:169) sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

Objek penelitian adalah isi catatan data yang menjadi objek penelitiannya. Informan penelitian merupakan orang yang mengetahui tentang pengelolaan program pelestarian debus sehingga mempermudah peneliti untuk mendapatkan data yang diharapkan. Adapaun informan penelitian ini antara lain :

1.      Ketua BIMBA AIUEO Cipare, Serang, Banten.

2.      Instruktur tenaga pendidik BIMBA AIUEO sebanyak 3-5 orang.

3.      Wali murid BIMBA AIUEO Cipare, Serang, Banten.

4.       Masyarakat sekitar instansi BIMBA sebanyak 10-15 orang, dengan karakteristik sebagai berikut:

a.       Minimal sudah tinggal desekitar Instansi selama  2 tahun.

b.      Masyarakat dikalangan usia 7-35 tahun.



D.    Langkah-langkah Pengumpulan Data

Kegiatan dalam penelitian dapat dikelompokan kedalam tiga tahapan yaitu: (1) tahap orientasi, tujuan pada tahap ini adalah untuk memperoleh informasi tentang latar yang akan nanti diikuti dengan tahap merinci informasi yang diperoleh pada tahap selanjutnya (2) tahap eksplorasi, pada tahap ini pengumpulan data dilaksanakan, kemudian diadakan analisis dan di ikuti dengan laporan hasil analisis (3) tahap member check, tahap pengecekan dan pemeriksaan ke absahan data, terutama untuk mengadakan pengecekan anggota atau auditing

1.      Tahap orientasi

Tahap ini dilakukan kegiatan pra survey ke lokasi penelitian guna mendapatkan gambaran tentang masalah yang akan di teliti. Adapun kegiatan yang akan di lakukan pada tahapan ini mencakup

a.       Mencari dasar penyusunan alat pengumpulan data penelitian

b.      Menetapkan sumber data penelitian

c.       Menyiapkan referensi yang berkaitan dengan pengelolaan program.

d.      Memilih metode analisis dan pendekatan yang akan di gunakan

2.      Tahap eksplorasi

Pada tahapan ini melakukan penelitian yang sesungguhnya yaitu di lakukan pengumpulan data  terhadap sampel penelitian yang berkaitan dengan fokus penelitian dan tujuan penelitian. Yang dilakukan pada tahap ini adalah :

a.       Melakukan wawancara kepada Pengurus Padepokan Debus Terumbu Banten

b.      Mengadakan kegiatan pengumpulan data yang berkaitan dengan Pelestarian Debus.

c.       Mengumpulkan dan menilai dokumen yang berkaitan dengan masalah penelitian.

d.      Membuat rangkuman dan merumuskan temuan temuan sementara di lapangan.

3.      Tahap member check

Kegiatan dalam tahapan ini adalah suatu bentuk verifikasi data dengan cara mengecek validitas data terhadap informasi yang telah di kumpulkan. Verifikasi data dilakukan setiap kali penelitian selesai melakukan wawancara dengan cara mengkonfirmasi  catatan yang dilakukan antara lain yaitu:

a.       Mengecek ulang data yang telah ada

b.      Melakukan wawancara ulang bila ternyata hasil yang didapat belum sesuai atau belum lengkap.



E.     Teknik dan Pedoman Pengumpulan Data

Untuk menghasilkan data yang sesuai dengan tujuan dan pertanyaan penelitian, maka alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.         Pedoman observasi

Menurut Nasution dalam Djam’an Satori (2013:015) menyatakan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.

Menurut Basrowi dan Suwandi dalam bukunya yang berjudul memahami penelitian kualitatif membedakan observasi menjadi empat bagian yaitu sebagai berikut :

a.       Observasi Terbuka, yaitu observasi yang dimulai dengan suatu kepala kosong tanpa teori, sehingga pengamat harus berimprovisasi dalam merekam kejadian yang terjadi dilapangan.

b.      Observasi Terfokus, salah satu jenis pengamatan yang secara spesifik memounyai rujukan pada rumusan masalah atau tema penelitian.

c.       Observasi Terstruktur, yaitu adanya tindakan perekaman data secara terstruktur dan rinci.

d.      Observasi Sistemik, yaitu dilakukan secara sistemik. Peneliti melakukan pengkategorian kemungkinan bentuk dan jenis data pegamatan secara terstruktur.

Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan.Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.

Adapun jenis observasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan teknik observasi terfokus, karena peneliti telah menyiapkan secara spesifik aspek-aspek yang akan dijadikan pedoman observasi dilapangan. Adapun aspek-aspek yang akan diobservasi meliputi :

a.       Lokasi padepokan Terumbu Banten;

b.      Fasilitas apa saja yang tersedia dalam kegiatan pelatihan debus;

c.       Aktifitas dilokasi penelitian.

d.      Kegistan pelatihan debus.

e.       Lingkungan masyarakat sekitar padepokan Terumbu Banten.

2.      Pedoman wawancara

Wawancara merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.Tehnik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang peneliti saat mewawancarai responden adalah intonasi suara, kecepatan berbicara, sensitifitas pertanyaan, kontak mata, dan kepekaan nonverbal.

Mengenai jenis-jenis wawancara ada beberapa jenis wawancara yang menurut Guba dan Lincoln dibedakan sebagai berikut :

a.       Wawancara oleh tim atau panel, yaitu wawancara yang dilakukan tidak hanya oleh satu orang, tetapi oleh dua orang atau lebih terhadap seorang yang diwawancarai.

b.      Wawancara tertutup, yaitu jenis wawancara yang umumnya informan tidak mengetahui dan tidak menyadari bahwa mereka sedang diwawancarai untuk keperluan tertentu. Bentuk seperti ini cenderung akan menyinggung perasaan informan, sehingga umumnya dihindari dalam sebuah penelitian.

c.       Wawancara terbuka, yaitu jenis wawancara dimana informan mengetahui secara pasti bahwa mereka sedang diwawancarai dan paham akan maksud wawancara tersebut.

d.      Wawancara riwayat secara lisan, yaitu wawancara yang dilakukan terhadap orang-orang yang pernah membuat sejarah atau yang telah membuat karya ilmiah, sosial, pembangunan, perdamaian, dan sebagainya. Maksud wawancara ini untuk mengungkap riwayat hidup, pekerjaan, kesenangan, ketekunan, pergaulan, dan sebagainya.

e.       Wawancara terstruktur, yaitu wawancara yang pelakunya menetapkan sendiri permasalahannya dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada informan. Sebelum diadakan wawancara sudah dibuat daftar pertanyaan yang sangat urut dan terstruktur. Pada jenis ini jarang terdapat pertanyaan yang bersifat pendalaman (probing) yang dapat mengarahkan informan agar jangan sampai mengungkap kebohongan.

f.       Wawancara Semi Terstruktur, digunakan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. dilaksanakan lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuannya untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka.

g.      Wawancara tidak terstruktur, yaitu wawancara yang digunakan untuk menemukan informasi yang bukan baku atau informasi tunggal. Pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara jenis ini tidak disusun terlebih dahulu, dan biasanya pertanyaan ini mengalir begitu.

Adapun jenis wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan teknik wawancara semi terstruktur, karena peneliti menginginkan narasumber memahami dan dapat mengemukakan pendapat serta ide-ide yang ada secara bebas, agar dapat mengetahui jalan keluar dari permasalahan yang akan diteliti ini.



3.      Pedoman Dokumentasi

Sugiyono (2013:82) mengemukakan bahwa dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya, karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain.

Dalam pedoman dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data yang sudah tersedia dalam catatan dokumen seperti indeks prestasi, jumlah anak, pendapatan, dan lain-lain. Kemudian dalam penelitian yang dilaksanakan di BIMBA AIUEO Cipare, Serang, Banten, pedoman dokumentasi yang didapatkan yaitu melalui foto, data langsung dari pengelola BIMBA AIUEO Cipare, Serang, Banten, dan kegiatan dokumentasi lain yang menunjang kegiatan penelitian ini.

Berikut uraian definisi konseptual, definisi operasional dan kisi-kisi penelitian:

a.      Strategi

1)      Definisi Konseptual

Strategi dapat diartikan sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi untuk sampai pada tujuan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus (yang diinginkan).

2)         Definisi Operasional

Pembahasan strategi yang dimaksud sasaran penelitian adalah strategi partisipatif dalam pendidikan dan pelatihan (diklat) merupakan upaya pendidik untuk mengikutsertakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Keikutsertaan peserta didik itu diwujudkan dalam tiga tahapan kegiatan pembelajaran, yaitu perencanaan program (program planning), pelaksanaan (program implemention), dan penilaian (program evaluation) kegiatan pembelajaran. Proses sistematis untuk meningkatkan, mengembangkan, dan membentuk sumber daya manusia dimana manusia mempelajari pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), kemampuan (ability) atau perilaku terhadap tujuan pribadi dan organisasi sehingga tercipta sumber daya manusia yang berkualitas.

3)       Kisi-kisi Penelitian

Tabel 2

Kisi-kisi Penerapan Metode Fun Learning.

No
Masalah penelitian
Tujuan
Aspek yang diteliti
Indikator
No item instrumen
Jenis instrument
Sumber data
1
Bagaimana Strategi Penerapan Fun Learning Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Anak Secara Mandiri.

Mengetahui Strategi Penerapan Fun Learning Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Anak Secara Mandiri.

1. Perencanaan Program

2. Pelaksanaan Program

3. Penilaian Program








1. Perencanaan Program
a.  Tujuan adanya Progam
b. Langkah/Metode yang diterapkan
c. Menetapkan Standar Keberhasilan

2. Pelaksanaan Progam
a. Media Pembelajaran
b. Penyampaian tujuan
c. Menyampaikan belajar dirumah kepada wali murid

3. Penilaian Program
a. Motivasi peserta didik
b. Belajar Mandiri


1

2

3





4

5

6





7

8
Observasi
Wawancara
Tenaga Pendidik beserta instrumen lembaga










b.      Hasil Strategi

1)      Definisi Konseptual

Keberhasilan strategi ditentukan oleh kompetensi para peserta sejauh mana mereka dapat memahami dan menerapkan dalam dirinya apa yang telah diajarkan oleh pendidik setelah mengikuti pendidikan, atau pelatihan, sebagaimana umumnya telah ditetapkan di awal sebelum memulainya.

2)      Definisi Operasional

Jika pelatihan dipandang bertujuan untuk memecahkan masalah pengetahuan, sikap dan motivasi para pesertanya, maka ukuran keberhasilan prosesnya terletak pada apakah setelah menyelesaikan program pendidikan dan pelatihan tersebut para peserta masih memiliki masalah dalam hal-hal tersebut. Keberhasilan suatu program pelatihan ditentukan oleh lima komponen utama yaitu : sasaran pelatihan, pelatih, bahan-bahan latihan, metode latihan, serta peserta nya itu sendiri.

3)      Kisi-kisi Penelitian

Tabel 3

Kisi-kisi Hasil Strategi Pelestarian Kesenian Debus

No
Masalah penelitian
Tujuan
Aspek yang diteliti
Indikator
No item instrumen
Jenis instrument
Sumber data
1
Bagaimana hasil Penerapan Fun Learning Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Anak Secara Mandiri?

Mengetahui hasil Penerapan Fun Learning Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Anak Secara Mandiri.
Keberhasilan penerapan metode Fun Learning.
1. Sasaran Penerapan Merode

2. Tenaga Pendidik (Guru)

3. Media Pembelajaran


5. Peserta didik
9

10

11


12


13
Obsservasi Wawancara
Tenaga Pendidik dan Wali murid







c.       Faktor Pendukung dan Penghambat

1)      Definisi Konseptual

Dalam pelestarian kebudayaan apabila di cermati merupakan suatu hal yang bersifat mendidik atau terpelajar. Maka dalam pandangan pendidikan terkait pelestarian kebudayaan itu sendiri di kalangan remaja saat ini bahkan di masyarakat secara umum adanya suatu tantangan dan hambatan tersendiri. Kesenian tradisional juga merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia.

2)      Definisi Operasional

Dalam pelaksanaannya, pelestarian kebudayaan memiliki faktor-faktor yang melibatkan keberhasilan dari pelestarian itu sendiri. Serta ada pula faktor pendukung dan penghembatnya yaitu seperti faktor pendukung dari pelestarian itu sendiri : adanya niat serta rasa cinta dalam dirinya, adanya penerus, serta kebijakan pemerintah. Sedangkan faktor penghambatnya yaitu seperti : pengaruh globalisasi, kesadaran masyarakat, perkembangan zaman, keterpedulian.

3)      Kisi-kisi Penelitian

Tabel 4

Kisi-kisi Faktor Pendukung dan Penghambat

No
Masalah penelitian
Tujuan
Aspek yang diteliti
Indikator
No item instrumen
Jenis instrument
Sumber data
1
Apa saja faktor pendukung dan penghambat Penerapan Fun Learning Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Anak Secara Mandiri.
Mengetahui faktor pendukung dan penghambat Penerapan Fun Learning Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Anak Secara Mandiri.
Faktor pendukung



Faktor penghambat
1. Faktor Pendukung
a. adanya niatan dalam mengajar dan menerapkan metode
2. Faktor Penghambat
b. adanya rasa cinta dalam mengajar dan menerapkan metode c.  adanya penerus berkelanjutan
d. kebijakan pemerintah

2. Faktor Penghambat
a.  Intensitas Waktu
b. Media Pembelajaran yang kurang
c.  Kesadaran orang tua terhadap belajar dirumah


14




15


16

17




18
19


20
Obsservasi Wawancara
Ketua Lembaga dan Tenaga Pendidik







F.     Teknik Pengolahan dan Analisis Data

1.      Teknik pengelolaan

Dalam penelitian kualitatif , data yang sudah diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam (triangulasi) , dan dilakukan terus menerus sampai datanya jenuh. Dengan pengamatan yang terus menerus tersebut mengakibatkan variasi data tinggi sekali.Data yang diperoleh umumya kualitatif.Sehingga teknik analisis data yang digunakan belum ada polanya yang jelas.

2.      Analisis Data

Proses analisis data pada penelitian kualitatif pada prinsipnya dilakukan secara berkesinambungan yaitu sejak sebelum memasuki lapangan, memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Analisis data sendiri merupakan sebuah cara untuk mengolah data menjadi informasi agar karakteristik data tersebut mudah dipahami dan bermanfaat untuk solusi permasalahan, terutama hal yang berkaitan dengan penelitian. Analisis data dapat dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikut:

a.       Reduksi data

Data yang banyak dan beragam yang diperoleh peneliti dapat di lakukan melalui analisis data yaitu reduksi data.Data yang diperoleh dibentuk dalam bentuk laporan atau data yang terperinci.Laporan yang disusun berdasarkan data yang di peroleh di reduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, di fokuskan pada hal-hal yang penting. Data hasil mengikhtiarkan dan memilah-milah berdasarkan suatu konsep, tema dan kategori tertentu akan memberikan gambaran  yang lebih tajam dengan hasil pengamatan  juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data sebagai tambahan atas data sebelumnya yang di peroleh juga diperlukan.

Selanjutnya, di akui bila proses reduksi data merupakan proses berfikir sensitive yang memerlukan kecerdasan dan keluasan, serta kedalaman wawasan yang tinggi.

b.      Penyajian data

Teknik penyajian data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan berbagai bentuk seperti tabel, grafik dan sejenisnya. Fungsi penyajian data disamping untuk memudahkan dan memahami apa yang terjadi, juga untuk merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah di pahami tersebut. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dengan cara uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya.

c.       Verifikasi

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut miles and huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang di kemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak di temukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah di kemukakan bahwa masalah dari rumusan masalah dalam penelitian kualitatif maasih bersifat rumusan sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada dilapanagan.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum jelas atau gelap sehingga setelah di teliti menjadi jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Ardiyanto, Gunawan. 2010. A to Z Cara Mendidik Anak. Jakarta: Elex Media Komputindo

Adikusuma, P. D. R. W., Rai, I. W., & Saputra, P. A. (2017). E-Journal Pjkr Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Jasmani , Kesehatan , Dan Rekreasi ( Vol 8 , No 2 , Tahun 2017 ) Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division Terhadap Hasil Belajar Teknik Dasar. E-Journal Pjkr Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan Dan Rekreasi, 8(2).

Anonym. 2007. Prinsip dan Praktek Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat PAUD

Azizah, l. M. (2016). Efektivitas Pembelajaran Menggunakan Permainan TradisionaI Terhadap Motivasi Dan Hasil Belajar Materi Gaya Di Kelas IV Min Ngronggot Nganjuk. Jurnal Dinamika Penelitian: Media Komunikasi Penelitian Sosial Keagamaan, 16(2), 279–308.

Budi, S., & Budi, H. S. (2013). Pengaruh Penggunaan Metode Bermain Dalam Latihan Lompat Terhadap Prestasi Lompat Jauh Siswa Di Smp N 2 KaIasan Tahun 2013. Uny.

Bungin, Burhan 2008. Penelitian Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik ,dan Ilmu Sosiallainnya). Jakarta: Kencana.

Badli Esham Ahmad, Faizah Abd Majid (2010). Self-directed Learning and Culture: a study on Malay adult learners. Procedia Social and Behavioral Sciences, Elsevier. Vol. 7 (2010). 

Broad. James. (2006). Interpretations of independent learning in further education. Journal of Further and Higher Education Vol. 30, No. 2, May 2006, pp. 119–143

Ekokaf. 2011. Rahasia Indra Keenam Mediumship. Jakarta: Transmedia Pustaka.

Koentjaraningrat, 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rieneka Cipta

Marzuki Saleh. 2012. Pendidikan Nonformal Dimensi dalam Keaksaraan Fungsional,Pelatihan, dan Andragogi. Bandung: PT Remaja Rosadakarya.

Mulyana, Deddy. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Papalia, Diane E, Etc. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan, terjemahan A. K. Anwar). Jakarta: Kencana Prenada Media Grup

Santrock W John.  1995. Life Span Development, Jakarta: PT Erlangga, 1995

Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Tjuatja, Suwirna. 2008. Belajar, Berman dan Berkreasi TK A2. Jakarta: Grasind



Sumber lainnya



Undang-UndangNomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Peraturan Pemerintah No 73 Tahun 1991 Tentang Pendidikan Luar Sekolah

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:385)







http://lpmpjogja.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2013/08/ARTIKEL%20BELAJAR%20MANDIRI_WEB%20LPMP.pdf diakses pada tanggal 21 Maret 2019



SHARE

Dewana R Triyana

  • Image
  • Image
  • Image
  • Image
  • Image

0 komentar: