Refleksi Kemerdekaan sebagai Poros Perubahan Pemuda Miklenial

Refleksi Kemerdekaan sebagai Poros Perubahan Pemuda Miklenial

Nama   : Wandi Sugih Triyana

NIM    : 2221170023

Prodi   : Pendidikan Luar Sekolah

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa



Refleksi Kemerdekaan Sebagai Poros Perubahan Pemuda Millenial



Kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan" pembukaan UUD 1945, Alinea ke-4

Kemerdekaan mempunyai makna penting terhadap kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945 alinea ke-4. Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, hak semua orang terhadap segala jenis penjajahan, perbudakan serta bentuk bentuk pelanggaran hak asasi lainnya.

Secara historis, pejuang Indonesia baik pemuda, maupun golongan tua dalam memperoleh kemerdekaan, mengorbankan kebebasan pribadinya untuk memperoleh kemerdekaan. Perang fisik, cucuran darah, keringat dan air mata.

Dewasa ini, diera millenial ini, seharus pemuda merefleksikan perjuangan pemuda era dulu dalam memperoleh kemerdekaan dengan menjadi garda terdepan dalam membangun peradaban bangsa Indonesia dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ia kuasai, kreatifitas tinggi serta mempunyai inovasi yang dapat membangun peradaban baru Indonesia kearah yang lebih baik. Sangat penting bagi pemuda millenial memaknai kemerdekaan Indonesia, sebagai bahan refleksi, pemuda dapat terus mengobarkan semangat nasionalisme dan patriotisme, selalu positif dalam mengembangkan minat dan bakat, serta mendedikasikan kemampuan nya terhadap pembangunan peradaban Indonesia.

·         Semangat Nasionalisme dan patriotisme

Pada dasarnya, semangat nasionalisme dan patriotisme merupakan kesadaran suatu warga negara akan pentingnya ketunggalan bangsa (nation state). Konsep tersebut bersifat idiologis dan disosialisasikan kepada setiap anggota (warga) negara. Nasionalisme dan wawasan kebangsaan mengikat warga negara dalam beberapa hal, yakni (a) memiliki kesadaran sebagai satu bangsa, yang dapat memperkuat rasa kebangsaan, persatuan dan kesatuan, (b) jiwa, semangat, dan nilai-nilai patriotik, yang berkaitan dengan perasaan cinta tanah air, cinta kepada tanah tumpah darah, cinta kepada negara dan bangsa, cinta kepada milik budaya bangsa sendiri, kerelaan untuk membela tanah airnya, (c) jiwa, semangat dan nilai-nilai kreatif dan inovatif, dan (d) jiwa, semangat, dan nilai-nilai yang mampu membentuk kepribadian, watak dan budi luhur bangsa.

Sementara patriotisme adalah rasa identitas dan realistis. Kita harus melihat, menerima, dan mengembangkan watak dan kepribadian bangsa. Dengan melihat bangsa sendiri, kita harus menerima apa adanya dengan kelebihan dan kekurangannya, menerima dengan lapang. Kelebihannya dapat kita jadikan kekuatan, dan apa yang menjadi kekurangan dapat kita lihat sebagai daya yang dapat merusak diri sendiri sehingga perlu diperhatikan. Dengan melihat dan menerimanya diharapkan kita dapat memiliki sikap rela berkorban tersebut.

·         Positif Mengembangkan Minat dan Bakat

Dalam kenyatannya, bakat atau nature sering diartikan sebagai talenta, yakni kemampuan tertentu yang unik, kecakapan, gift (anugerah) yang dimiliki seseorang. Pengertian ini mengalami perkembangan signifikan dengan munculnya pengertian menurut Gallup (2001) bahwa bakat merupakan pola pikir, perasaan dan perilaku yang berulang-ulang dan dapat meningkatkan produktivitas. Berdasarkan pengertian tersebut, maka bakat itu tidak hanya menyangkut kecakapan tertentu, tetapi juga berkaitan dengan adanya peran untuk mengembangkan. Dalam hal ini, minat menjadi faktor penting yang berfungsi sebagai nurture yang akan membantu pengembangan bakat tersebut. Minat merupakan suatu pemusatan perhatian secara tidak sengaja yang terlahir dengan penuh kemauan, rasa ketertarikan, keinginan, dan kesenangan. Ciri umum minat ialah adanya perhatian yang besar, memiliki harapan yang tinggi, berorientasi pada keberhasilan, mempunyai kebangggaan, kesediaan untuk berusaha dan mempunyai pertimbangan yang positif. Minat dapat dikatakan sebagai dorongan kuat bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu dalam mewujudkan pencapaian tujuan dan cita-cita yang menjadi keinginannya.

Bentuk pengabdian masyarakat juga variatif, tak selalu terpaku pada bakti sosial kilat dengan sembako seadanya seperti yang dilakukan partai-partai politik menjelang pemilu. Menyelenggarakan pendidikan gratis atau memberdayakan sumber daya manusia suatu daerah, bahkan membeli produk lokal juga merupakan salah satu bentuk pengabdian masyarakat. Suatu gerakan pemberdayaan masyarakat apapun bentuknya adalah bagian dari pengabdian masyarakat. Banyak contoh pengabdian masyarakat yang muncul dewasa ini dan mayoritas digagas oleh kaum intelek muda seperti Indonesia Mengajar, Indo Historia, atau LSM-LSM non-profit dan NGO.



Dengan membentuk masyarakat yang maju maka secara tak langsung akan terbentuk pula sebuah peradaban yang maju karena sebuah peradaban berawal dari kumpulan masyarakat yang saling mempengaruhi dan melengkapi. Seandainya ada satu saja masyarakat yang baik maka kebaikannya akan menular pada masyarakat yang lain dan sampai akhirnya seluruh masyarakat akan baik juga dari sebuah komunitas kecil kemudian tumbuh menjadi komunitas yang besar hingga masyarakat yang besar.



Untuk hal itulah mahasiswa ada,  mereka harus menjadi pemicu terbentuknya peradaban yang maju dengan pengabdian melalui pemberdayaan masyarakat sebagai awalannya karena pengabdian merupakan salah satu Tri Dharma perguruan tinggi dan sudah merupakan kewajiban bagi kaum akademik untuk memenuhinya. Selain itu, tuntutan akal dan etika juga akan membuat mahasiswa sadar akan kewajibannya sebagai seorang intelek.





Dari segala sektor yang menunjang pembangunan Indonesia, sektor utama bagi penulis adalah pendidikan. Sebab Aset terbesar dari suatu negara bukanlah sumber daya alamnya, melainkan sumber daya manusianya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kemerdekaan yang sesungguhnya, diperlukan perbaikan kualitas sumber daya manusia Indonesia, terutama dalam hal pendidikan.

Oleh karenanya, peningkatan mutu pendidikan, pemerataan fasilitas serta kesempatan pendidikan. Untuk mewujudkan perihal tersebut, harus diperlukan peran dari berbagai pihak. Baik pemerintah, masyarakat serta pemuda/mahasiswa.

Langkah konkret yang saya ambil dalam rangka refleksi 74 tahun indonesia merdeka, sejauh ini bersama salah satu organisasi mahasiswa non profit, telah mendirikan sebuah Taman Baca Masyarakat, memfasilitasi pendidikan nonformal /masyarakat untuk memperoleh pendidikan selain dari pendidikan formal yang belum mempunyai media pembelajaran yang maksimal.

Idealnya, nasionalisme terbentuk  dari interaksi antar elemen di dalam suatu bangsa dan tanggapan bangsa itu terhadap lingkungan, sejarah, dan cita-citanya. Substansi nasionalisme Indonesia  memiliki dua unsur; Pertama, kesadaran mengenai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri dari suku, etnik, dan agama. Kedua, kesadaran bersama bangsa Indonesia dalam

menghapuskan segala bentuk pensubordinasian, penjajahan, dan penindasan dari bumi Indonesia. b. Pendidikan adalah win win solution untuk menjaga nasionalisme bangsa c. Generasi muda pada hakikatnya, adalah generasi pemula yang perlu mendapat bimbingan dan arahan oleh generasi sebelumnya. Jika pemimpin Indonesia tidak mampu memberikan tauladan kebaikan, maka berdampak hilangnya semangat nasionalisme. Untuk itulah perlu adanya perbaikan moral pemimpin bangsa. Rakyat harus dicerdaskan dengan tidak lagi memilih sembarang pemimpin dan harus mau memilah media sebagai tambahan ilmu dan informasi.  d. Kampus-kampus Islam khususnya, perlu kembali membudayakan upacara bendera setiap hari senin. Aktifitas ini akan menjadi kebiasaan dan kebutuhan jika dijadikan prioritas untuk kembali menumbuhkan semangat nasionalisme.  e. Pemerintah harus mengupayakan, melahirkan generasi penerus bangsa yang berjiwa nasionalis, religius dan mampu mengembangkan teknologi. Generasi ini adalah generasi terbaik yang mampu membangun Indonesia. Semangat nasionalisme pemuda jika diimbangi.  






















DAFTAR PUSTAKA

Wilson Bangun.  Intisari Manajemen. (Bandung: Refika Aditama,  2008) hal 1 20 Soebagio Admodiwirio, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: PT Arda Dizya Jaya, 2000) hal 5

Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, (Jogjakarta: AR-Ruzz Media Groups, 2008)  hal 7

JURNAL  STUDI  PEMUDA • VOL. I  NO. 2  SEPTEMBER 2012, Hal: 89

Madjid, Nurcholish (1973) ‘Remaja, Keluarga, & Masyarakat di Kota Besar. Suatu Usaha Pendahuluan untuk Memahami Persoalan Sekitar ‘‘Generation Gap’’’, Prisma, vol. 2, no. 5, h. 45–51.

www.nasionalisme.com



https://www.niahidayati.net/mengembangkan-bakat-dan-minat.html, diakses pada tanggal 25 Agustus 2019, pukul 01.24 WIB

Kebangkitan Kartini

Kebangkitan Kartini

Kebangkitan Kartini


Nama: Wandi Sugih Triyana

NIM: 2221170023

Program Study: Pendidikan Luar Sekolah 17

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa




Tepat pada tanggal 2 Mei 1964, presiden Soekarno mengeluarkan keputusan presiden Republik Indonesia No. 108 Tahun 1964, yang menetapkan Kartini sebagai pahlawan kemerdekaan nasional sekaligus menetapkan hari lahir kartini, tanggal 21 April untuk diperingati sebagai hari besar nasional yang kemudian kina kenal dengan “hari kartini”.

Raden Adjeng Kartini, seorang tokoh inspirasif perempuan indonesia, dengan keberaniannya mampu membuktikan kepada dunia bahwa perempuan merupakan makhluk tuhan yang tangguh dan bermartabat. Dalam rangka memperingati hari kartini, biasanya ada upacara mengenang perjuangan perjuangan beliau, kemudian aksi mahasiswi turun kejalanan sampai dengan pentas seni bertajuk kartini untuk memeriahkan peringatan 21 April tersebut. Sejatinya, selain daripada acara seremonial, hari kartini seharusnya dimaknai dengan semangat patriotisme dan nasionalisme. Artinya harus ada transformasi afektif untuk lebih giat lagi dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melakukan hal yang mereka suka, mengerjakan hal yang mereka mau, mengejar mimpi sejauh mungkin untuk mencapi cita cita tanpa ada diskrimansi ataupun intervensi dari pihak manapun serta melakukan perubahan secara gradual kearah yang lebih baik lagi.

Pada zaman sebelum kemerdekaan, ada banyak tokoh wanita indonsia yang sangat inspiratif dan mempunyai andil besar terhadap kemerdekaan indonesia dan pengaruhnya masih terasa sampai saat ini. Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meutia, Martha Crhistina Tiahahu, yang rela mengorbankan harta dan jiwanyanya untuk indonesia. Kemudian kita mengenal juga Dewi Sartika dan R.A Kartini yang kemudian jadikan judul besar dalam tulisan ini yang menjadi ujung tonggak perjuangan hak hak wanita yang dipandang rendah kastanya pada saat itu.

Keadaan organisasi wanita ketika masa transisi dari pemerintahan Orde Lama ke masa pemerintahan Orde Baru mengalami kekacauan dan masih diwarnai dengan aksi pembersihan terhadap organisasi yang berpaham komunis. Pada bulan Oktober 1965 Kowani secara resmi mengeluarkan Gerwani dalam keanggotaan organisasi. Pembersihan terhadap paham komunis dalam organisasi wanita dilakukan melalui cara dikeluarkan dari anggota organisasi wanita. Masa transisi Orde Lama ke Orde Baru segala hal mengenai paham komunis dihancurkan termasuk organisasi Gerwani. Penghancuran Gerwani merupakan titik balik pergerakan kaum wanita dan organisasi wanita mulai memasuki masa pemerintahan Orde Baru.

Pada masa Orde Baru, pemerintah mengarahkan peranan kaum wanita untuk berpartisipasi dalam terlaksananya pembangunan di Indonesia. Pada masa itu pemerintah juga membuat kebijakan-kebijakan terhadap kaum wanita. Pemerintah telah mengatur peranan kaum wanita pada pelaksanaan pembangunan di dalam GBHN. Pemerintah Orde Baru juga menetapkan kebijakan bahwa kaum wanita diwajibkan untuk masuk dalam salah satu organisasi wanita, seperti istri PNS diwajibkan untuk masuk menjadi anggota Dharma Wanita. 

Masa pemerintahan Orde Baru mewajibkan kaum wanita untuk berperan dalam proses pembangunan nasional dan mensukseskan program pemerintah dalam pembangunan. Kewajiban yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru tidak terkecuali istri-istri dari pegawai Republik Indonesia, oleh karena itu dibentuklah sebuah organisasi Dharma Wanita.

Pada saat reformasi, ketika Indonesia krisis ekonomi pada tahun 1997, dan pada saat Soeharto terpilih kembali pada pemilu 1998, mahasiswa sebagai representatif masyarakat indonesia saat itu mengemukakan bentuk kekecewaannya langsung dengan melakukan demonstrasi untuk melengserkan Soeharto secara langsung. Peranan perempuan pada saat itupun cukup besar, dengan beraliansikan Gerakan Ibu Peduli yang juga langsung mengambil peranan untuk menjatuhkan rezim Soeharto dan melakukan reformasi.

Masih pada tahun 1998, pasca reformasi, sejumlah perempuan menuntut penyelesaian atas tragedi 12 – 14 Mei 1998 di Jakarta sebab pada tragedi tersebut banyak memakan korban jiwa dalam jumlah yang tidak sedikit, banyak perempuan perempuan gugur sedang banyak diantaranya yang tidak tahu apa apa. Kemudian dengan perjuan perempuan itu, Habibie sebagai presiden menggantikan Soekarno kala itu membentuk Komisi Nasional Perlindungan Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang kemudian sekarang giat dalam perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) lalu seiring dengan bertambahnya tupoksi akhirnya menjadi Komisi Nasional Perlindungan Kekerasan dan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Pada tahun 2001, Rezim Megawati Soekarno Puteri mempertahankan Kemertian Pemberdayaan Perempuan dan mengupayakan Pengarusutamaan Gender melalui Inpres Nomor 9 tahun 2000 juga tetap dilakukannya. Lebih dari itu, Megawati juga sangat memperhatikan partisipasi perempuan dalam kehidupan publik dan politik strategis. Tuntutan kuota di kursi parlemen legislatif disetujui dalam UU Pemilu pasal 65.

Bagi penulis, pemimpin perempuan tidak ada bedanya dalam perspektif leadership sebab baik laki laki maupun perempuan punya kesempatan untuk melakukan perubahan yang signifikan, keduanya mampu mengembangkan kemampuan yang dimiliki serta mendedikasikannya untuk bangsa dan negara. Kualitas seorang pemimpin tidak dlihat dari jenis kelaminnya, tetapi dari integritasnya dalam memimpin serta amanah yang diberikan rakyat dapat dipertanggung jawabkan. Sudah banyak bukti sejarah yang otentik yang membuktikan bahwa perempuan bisa menjadi ujung tombak perubahan. Ada banyak sekali pahlawan pahlawan bangsa perempuan yang revolusioner dan jasanya dikenang hingga sekarang bahkan pada masa yang akan datang. Perempuan mempunyai andil besar terhadap perubahan dan kemajuan bangsa Indonesia.

Dalam buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”, oleh R.A. Kartini terjemahan Armin Pane yang berbunyi: “Alangkah besar bedanya bagi masyarakat Indonesia bila kaum perempuan baik-baik. Dan untuk keperluan perempuan itu sendiri, berharaplah kami dengan harapan yang sangat supaya disediakan pelajaran dan didikan karena inilah yang akan membawa bahagia baginya” (Sudiyo, 2004: 11-12).Dari isi karya R.A Kartini tersebut di atas telah menunjukkan wawasan, masa depan yang cerah bagi kaum wanita khususnya dan bagi bangsa Indonesia pada umumnya. Kartini memang banyak mengungkapkan tentang cita-cita perjuangan yang jauh ke depan, namun sangat disayangkan bahwa cita-cita R.A. Kartini belum banyak dikenal oleh masyarakat pada waktu itu.  Munculnya ide emansipasi wanita oleh Raden Ajeng Kartini membawa pengaruh besar dalam pergerakan kaum perempuan di Indonesia. RA Kartini yang merupakan pelopor dan pendobrak ketertindasan kaum perempuan mampu mengangkat martabar kaumnya dengan memajukan pendidikan untuk kaum perempuan itu sendiri. Perjuangan RA Kartini tersebut menumbuhkan semangat perjuangan terhadap kaum perempuan Indonesia untuk melawan tradisi yang sudah mengikat dan kuat tersebut. Akhirnya perjuangan kaum perempuan untuk keluar dari tradisi tersebut mampu dilakukan dengan cara meningkatkan mutu pendidikan untuk kaum perempuan. Perkembangan selanjutnya, muncullah pergerakan kaum perempuan di berbagai daerah dengan membentuk perkumpulan wanita dengan tujuan meningkatkan pendidikan untuk kaum perempuan. 

RA. Kartini yang telah berjuang mengangkat kaum perempuan dengan istilah Emansipasi Wanita melalui peningkatan dalam bidang pendidikan, telah mengalami kemajuan yang luar biasa dalam pergerakan kaum perempuan. Perkembangan tersebut tidak hanya dalam bidang pendidikan saja tetapi dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dengan dibuktikan adanya pergerakan kaum perempuan dalam bidang-bidang tersebut. Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin semua warga negara mempunyai hak dan kedudukan yang sama bagi pergerakan perempuan untuk memperbaiki nasib dan meningkatkan kedudukannya. Untuk itulah kaum perempuan selalu berupaya melakukan yang terbaik untuk kaumnya, tentunya dengan membentuk organisasi-organisasi wanita. Tuntutan-tuntutan organisasi tersebut akhirnya didengar oleh pemerintah. Kepedulian pemerintah terhadap tuntutan pergerakan wanita dibuktikan dengan disediakannya jabatan menter muda urusan Peranan Wanita pada tahun 1978; yang kemudian ditingkatkan menjadi Menteri Negara Urusan Peranan Wanita. Dalam GBHN tahun 1978 menyatakan bahwa wanita mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria untuk ikut serta sepenuhnya dalam segala kegiata pembangunan. (Riant Nugroho, 2008: 133).  Sekarang ini Kementriannya disebut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Salah satu program dunia pada akhir 2015, tepatnya pada tanggal 25 sampai 27 September 2015 terjadi pertemuan akbar di markas PBB yang dihadiri 193 negara untuk merumuskan dan memecahkan permasalahan permasalah yang menghambat pembangunan di Indonesia yang kemudia disepakati bersama sebuah platform “Sustainable Depelopment Goals yang disingkat menjadi SDGs.

Ada 8 point penting SDGs antara lain:

1.      Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan

2.      Mencapai pendidikan dasar untuk semua

3.      Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan

4.      Menurunkan angka kematian anak

5.      Meningkatkan kesehatan ibu

6.      Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya

7.      Memastikan kelestarian hidup

8.      Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

Untuk mencapi visi visi tersebut, pemerintah Indonesia mempunyai jangka waktu 15 tahun agar dapat terealisasikan. Waktu yang singkat untuk untuk mencapai cita cita bersama tersebut. Oleh karenanya, bukan hanya tugas pemerintah saja yang harus merealisasikannya. Tetapi juga harus ada kesinergisan dengan peran masyarakat, serta kita sebagai mahasiswa harus mengambil peran untuk perubahan, untuk mencapai program Sustainable Depelopment Gols itu agar dapat bersaing dengan dunia luar. Misalnya dalam konteks kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, harus mampu membuat indonesia berdaulat dalam demokrasi. Perempuan sudah sepatutnya memiliiki hak yang sama dalam pembangunan, tidak adalagi tembok pemisah antara peranan laki laki dan perempuan dalam pembangnan dan pengabdian untuk memajukan bangsa dan negara.

Bagi penulis, Indonesia sudah sangat demokratis dalam konteks kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Bisa kita lihat dilingkungan kita, dimana peran perempuan sangat besar dalam perubahan, banyak tokoh perempuan yang menginspirasi, banyak perempuan yang menjadi pemimpin, banyak pula yang mempunyai profesi yang setara dengan laki laki serta dapat melakukan hal hal yang sudah dicita citakannya.

R.A Kartini serta tokoh pahlawan perempuan lain sudah membuktikan bahwa perempuan bisa menjadi apa yang dia inginkan.



Sumber:

Mulyani, Eka. 2017. Kesetaraan Gender Dalam Tulisan RA Kartini Dalam Perspektif Pendidikan Islam. IAIN Purwokerto. Purwokerto. Skripsi Thesis

Saskia Wieringa, Kuntilanak Wangi: Organisasi-Organisasi Perempuan Indonesia Sesudah 1950. Jakarta: Kalyanamitra, 1998, hlm. 32

Amar, Syahrul. 2017. Perjuangan Gender Dalam Kajian Sejarah Wanita Indonesia Pada Abad Xix. Universitas Hamzanwadi. Proposal Skripsi

Armijn Pane. 2006. Habis Gelap Terbitlah Terang. Jakarta: Balai Pustaka

Riant Nugroho, Gerakan Perempuan di Indonesia: Gender dan Strategi Pengarus Utamanya di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, hlm. 88

Saskia Wieringa, Kuntilanak Wangi: Organisasi-Organisasi Perempuan Indonesia Sesudah 1950. Jakarta: Kalyanamitra, 1998, hlm. 32

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kartini diakses pada 3 April 2019 pukul 2:30 am


Http://www.Tokohindonesia.com/ensiklopedia/k/Kartini, Diakses 5 April 2019 pukul 3:11 am



https://researchgate.net diakses pada 5 April 2019 pukul 4:45 am




ANTITESIS

ANTITESIS

“ANTITESIS”

Oleh: WS Triyana



“Tidak ada suatu negara maju tanpa pendidikan yang benar” Yusuf Kalla

Setiap tanggal 2 mei di seantero nusantara, kita selalu merayakan Hari Pendidikan Nasional sebagai pengingat bahwa pendidikan adalah aset yang paling utama dalam kemajuan sebuah negara. Tapi apakah momentum ini sekarang hanya sebatas pemeriah update-an status kita saja di sosial media? Atau justru menjadi jam beker peringatan sungguh ironis kondisi pendidikan yang seharusnya sangat mencerahkan, justru menjadi kian puruk lebih dalam.

Miskonsepsi pendidikan diera sekarang sangat rentan terjadi disemua kalangan baik tatanan birokrasi pemerintah dengan mahasiswa, media massa dengan masyarakat, bahkan guru dengan murid. Sejatinya, pendidikan masa kini dengan kebebasan berekspresi serta akses tanpa batas seharusnya mampu “membumi hanguskan” kebodohan maupun ketertinggalan namun seperti halnya kerbau, apabila tidak dicambuk oleh petani dia tidak akan jalan. Seperti itulah kiranya kiasan bahtera pendidikan sampai masanya berlabuh Di Pendidikan yang benar, pendidikan yang dapat menciptakan manusia berad, berintegritas serta berbudi pekerti luhur. Pendidikan Di Indonesia mengalami evolusi yang sangat lambat sehingga harus terus di kritisi secara gradual dari berbagai sudut pandang.

Ada banyak sekali pembenenahan yang harus dilakukan untuk pendidikan kita. Keluh kesah mengenai praksis pendidikan yang kaku, tidak demokratis, dan tidak transparan terjadi pada semua instansi pendidikan, baik negeri maupun swasta, baik formal maupun nonformal. Hanya saja para guru yang mengajar dilembaga lembaga swasta cenderung menerima beban lebih berat karena tekanannya dobel: berasal dari pengurus yayasan maupun dari birokrasi pemerintah. Birokrasi pemerintah pun mengalami metamorfosa bersamaan dengan pelaksanaan otonomi daerah sejak awal 2001. Kekakuan dan kebekuan praksis pendidikan nasional itu sering mengundang reaksi dari kalangan internal, terutama para guru yang kritis. Meskipun demikian, kritik itu dianggap angin lalu saja, tidak mendapatkan respons yang positif, apalagi berdampak pada perubahan manajerial pendidikan.

Sikap aparat pemerintah yang kurang peka terhadap pendidikan masyarakat atau tidak mempunyai sense of crisis terlihat jelas dengan perilaku mereka yang mencerminkan ketidakpeduliannya terhadap pendidikan. Biaya hidup mewah, korupsi pejabat, Transparansi biaya pendidikan dan perilaku nepotisme dalam birokrasi pemerintahan membuat macet jalannya roda pendidikan. Sekolah yang rusak, guru diPHK, serta masyarakat yang tidak mampu membayar biaya pendidikan. Pemberian beasiswa juga masih tetap didasarkan pada kemampuan akademis, bukan pada kemampuan sosial ekonomi murid. Akibatnya, beasiswa hanya diterima oleh mereka yang secara finansial sebetulnya sudah tidak mengalami kesulitan lagi. Sedikit orang miskin yang memiliki kemampuan akademis cukup baik sehingga memperoleh beasiswa. Mayoritas orang miskin adalah bodoh, karena itu sulit memperoleh beasiswa. Orang awam semula berharap bahwa reformasi sampai pada tingkat memfasilitasi mereka agar bisa turut memperoleh beasiswa guna meringankan biaya sekolah.

LALU DIMANA ANAK MISKIN DAN BODOH MENGAMPU PENDIDIKAN???





Sumber:

Darmaningtyas. 2005. Pendidikan Rusak Rusakan. LkiS Yogyakarta. Yogyakarta

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Dengan Efektivitas dan Kondusivitas Pembelajaran Serta Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Dengan Efektivitas dan Kondusivitas Pembelajaran Serta Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Dengan Efektivitas dan Kondusivitas Pembelajaran Serta Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik.
Oleh: Wandi Sugih Triyana
NIM: 2221170023
ABSTRAK

Interaksi educatif merupakan suatu kebutuhan yang mendasar bagi peserta didik sebagai makhluk sosial kemasyarakatan. Interaksi inilah yang kemudian membuat peserta didik mudah bergaul dengan teman sebayanya dalam koridor pembelajaran, meskipun dalam pelaksanaannya banyak variabel yang tidak sesuai dengan harapan harapan yang dicanangkan sebagai tujuan pembelajaran. Hal ini disebabkan karena kurangnya filterisasi peserta didik dalam memilah serta memilih pergaulan teman sebaya. Berdasarkan hasil penelitian oleh Zuhaira Kusuma bahwa ada pengaruh motivasi belajar dan kedisiplinan belajar terhadap prestasi belajar (89,5%). Motivasi belajar berpengaruh terhadap prestasi belajar mata pelajaran akuntansi (62,09%). Disiplin belajar berpengaruh terhadap prestasi belajar mata pelajaran akuntansi (48,58%).

Relations Association Peers With the Effectiveness of the Learning Condusivitness And its Effects on the Learning Achievements of Students.
By: Wandi Sugih Triyana
NIM: 2221170023
ABSTRACT
Educatif interaction is a fundamental requirement for learners as social beings. This interaction then make learners easy to get along with peers in the learning corridor, though in practice many variables that do not correspond to the expectations the expectations defined as learning objectives. This is because of the lack of students in the filter to sort and select Association peers. Based on the results of research by Kusuma Zuhaira that there is influence the motivation to learn and learning discipline against the learning achievements (89.5%). The motivation of learning effect on the achievements of learning subjects (accounting for 62.09%). The discipline of learning effect on the achievements of learning subjects accounting (48.58%).







PENDAHULUAN

Pendidikan normalnya berkonsentrasi terhadap pengembangan kompetensi peserta didik sebab peserta didik adalah fokus utama dalam tujuan pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, melahirkan warga negara yang berintegritas, berwawasan tinggi, berkarakter, serta akhlakul karimah. Oleh karena itu pendidikan seyogyanya mampu memberikan penunjang pembelajaran yang terbaik agar supaya terciptanya suasana pembelajaran yang aktif, kondusif, dan substantif.

Dalam pelaksanaannya, penddikan Di Indonesia belumlah benar benar berjalan dengan baik sesuai koridor utama pembentukan kurikulum dan bahan ajar lainnya. Hal ini dikarenakan oleh aspek aspek pendukung pembelajaran yang belum terpenuhi seperti fasilitas belajar, design pembelajaran, kompetensi guru, suasana kelas, dan lain sebagainya.

Guru merupakan kurikulum yang sesungguhnya. Kualitas guru merupakan faktor paling dominan yang mempengaruhi kualitas pendidikan setelah motivasi yang dia bangun kepasa peserta didik. Ekosistem dan tuntutan pendidikan yang dinamis mengikuti perkembangan zaman, mengharuskan perubahan design pembelajaran dan praktik pemelajaran yang lebih kreatif dan inovatif. Pembelajaran haruslah menyenangkan, menggairahkan dan mencerahkan. Pergaulan diluar juga merupakan faktor penting sebab motivasi eksternal murid terbangun cukup kuat didalam pergaulan diluar kelas. Sekolah bukan lagi tempat penyeragaman namun tempat menumbuhkembangkan keragaman potensi peserta didik, kegemarannya, cita cita, bahkan keyakinan pada diri setiap individu peserta didik. Dan hal tersebut seharusnya menjadi sumber utama kreatifitas dan inovasi dalam penentuan tujuan pembelajaran yang solutif.

Sekolah adalah suatu lembaga ataupun tempat untuk belajar, membaca, menulis, bahkan bermain. Sekolah merupakan bagian integral dari suatu masyarakat yang berhadapan dengan realitas sebenarnya yang terdapat dalam suatu masyarakat pada masa sekarang. Sekolah juga merupakan lingkungan kedua setelah rumah untuk peserta didik melatih kepribadiannya, soft skill maupun hard skill nya. Kognitif, afektik bahkan psikomotorik peserta didik. Jadi, sekolah sebagai suatu sistem sosial merupakan sekumpulan elemen kegiatan yang berinteraksi dan membentuk satu kesatuan sosial yang ada dilingkungan sekolah yang kemudian pada akhirnya membentuk sesuatu yang bermanfaat khususnya bagi masyarakat sekitar, umunya bagi nusa bangsa dan agama. Dalam hal ini adalah orang orang terdidik. Oleh karena itulah sekolah dituntut agar mampu menciptakan suasana yang harmonis, kondusif serta memberkan sensasi kenyamanan dalam proses pembelajaran dan dinamika dalam sekolah itu sendiri. Disamping itu sekolah juga dituntut agar bertanggung jawab secara penuh terhadap perkembangan peserta didik dan peningkatan mutu pendidikan khususnya dilingkungan sekolah itu berada dengan memanfaatkan komponen komponen sekolah yang maksmal dalam kehidupan bermasyarkat secara nyata disekitarnya.

Pesrta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal, pendidikan informal maupun pendidikan nonformal, pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Peserta didik merupakan komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Masing masing peseta didik sebagai individu juga subjek belajar memiliki karakteristik ataupun ciri ciri tersendiri. Kondisi atau keadaan yang terdapat pada mamsing masing siswa dapat mempengaruhi bagaimana proses belajar peserta didik tersebut. Dengan kondisi peserta didik yang mendukung maka pembelajaran dapat dilakukan dengan lebih baik, sebaliknya pula apabila karakteristik peserta didik yang lemah maka dapat menjadi hambatan dalam proses belajar mengajar. Keadaan peserta didik bukan hanya berpengaruh terhadap bagaimana belajar masing masing individu peserta didik, bagi penulis hal itu juga dapat mempengaruhi proses belajar masing masing peserta didik dan mempengaruhi proses pembelajaran secara komprehensif bahkan peserta didik yang lain.

Maka dari itu kondisifitas pembelajaran harus dibangun oleh semua elemen sekolah agar pengaruh yang dihasilkan pula berdampak positif bagi keberlangsungan kegiatan pembelajaran. Jika pengaruhnya positif, maka akan memberikan dampak yang baik bagi proses pembelajaran, namun tentu saja apabila dampaknya negatif maka akan terdapat karakterstik atau keadaan dari siswa yang kurang baik serta berpengaruh buruk terhadap proses pembelajaran. Pada akhirnya, guru yang menjadi sentral bagi pembelajaran, diharuskan mengetahui dan mengenal karakteristik peseeta didik bahkan latar belakang pergaulannya atau keadaan yang sebenarnya terjadi pada masing masing peserta didik.

Selain daripada faktor faktor diatas yang sudah penulis tulis, faktor lain yang mempengaruhi pengembaangan potensi dan prestasi peserta didik adalah pergaulannya dengan teman seoermainan. Pergaulan teman sepermainan dapat dikatakan mempunyai peranan yang sangat penting sebab peserta didik cenderung lebih dekat dengan temannya dibandingkan dengan keluaga apalagi dengan tenaga pendidik. Hanya saja peserta didik pada umumnya belum mampu memfilter pergaulan, belum mampu secara sadar memilah dan memilih dengan siapa dia bergaul.

Pada anak usia sekolahan pada umumnya pasti ada dorongan untuk bergaul dengan orang lain. Hal tersebut sudah menjadi kebutuhan psikologis peserta didik. Oleh karenanya apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, anak tidak akan merasa bahagia karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang pastinya membutuhkan bantuan orang lain yang tidak dapat hidup sendiri, perlu sekali anak didik berinteraksi dengan orang lain supaya terjaganya emosional yang positif bagi keberlangsungan kegiatan pembelajaran yang ada disekolah.

KAJIAN LITERATUR

Pergaulan adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan segala hal yang berhubungan dengan orang lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996:296) menerangkan bahwa kata pergaulan berasal dari ‘gaul’ yang berarti hal bergaul, sedangkan kata pergaulan memiliki arti: ’hal bergaul‘ atau ‘kehidupan bermasyarakat’.

Pusat Bahasa (2008: 421), menjabarkan “gaul atau bergaul berarti hidup berteman, sedangkan pergaulan merupakan perihal bergaul yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat”. Pergaulan merupakan suatu interaksi yang terjadi antara individu dengan individu atau individu dengan kelompok. Bergaul pada hakekatnya merupakan suatu kebutuhan dasar manusia dimana terdapat keinginan dan dorongan untuk menjalin interaksi dengan orang lain. Keinginan bergaul yang terjadi pada remaja atau anak-anak dimaksudkan untuk mendapatkan perkembangan sosial yang seimbang pada diri mereka. Perkembangan kehidupan sosial remaja juga ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan mereka. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berhubungan atau bergaul dengan teman sebaya mereka (Desmita, 2005: 219).

Menurut Abdullah Idi (2011: 83), pergaulan adalah “kontak langsung antara individu yang satu dengan individu yang lain”.

Menurut Sudarwan Danim (2010: 139), tentang teman sebaya Teman sebaya berpengaruh penting dalam perkembangan pikiran, perasaan, dan aspirasi anak sepanjang hidupnya. Pergaulan teman sebaya menawarkan kepada anak-anak dan orang dewasa kesempatan yang sama untuk mengembangkan berbagai keterampilan sosial, seperti kepemimpinan, berbagai kerjasama tim, dan empati. Selanjutnya, anak yang telah masuk ke lingkungan sekolah akan memiliki pengalamanpengalaman baru, dimana mereka akan mengenal para guru, teman sebaya, orang dewasa lain, tugas-tugas sekolah dan lingkungan fisik yang berbeda dengan rumah. Pendapat ini menekankan bahwa pergaulan dengan teman sebaya berpengaruh terhadap perkembangan seseorang sejak anakanak hingga tumbuh menjadi dewasa sebagai salah satu cara untuk membentuk jati dirinya. Teman sebaya bisa dikatakan sebagai pengganti keluarga ketika seorang anak sedang berada di luar rumah.

Pendapat lain dikemukakan oleh Slavin, Robert E (2008: 98) bahwa, “teman sebaya merupakan orang yang mempunyai kesamaan dalam usia dan status”. Dengan kesamaan tersebut biasanya seseorang merasa sependapat dan selevel dengan pemikiran dirinya. Dengan demikian, seseorang yang selevel dalam segi usia dan status dengan dirinya tingkat kesesuaiannya lebih tinggi dari pada dengan orang yang tidak seusia. Sedangkan menurut Newcomb & Bagwell dalam Slavin, Robert E (2008: 98), bahwa: Hubungan dengan teman sebaya selama masa-masa pra sekolah, teman sebaya (anak-anak yang lain mempunyai usia yang sama) mulai memainkan peran yang makin penting dalam perkembangan sosial dan kognitif anak-anak. Tidak mengherankan bahwa pergaulan teman sebaya sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa anak usia sekolah. Anak-anak pada usia sekolah akan memiliki kecenderungan pada pembentukan kelompok sendiri yang berbeda dengan usia dewasa. Pembentukan tersebut lebih didasarkan pada kepemilikan harapan-harapan, kultur, dan kepentingan sendiri yang berbeda dari apa yang dimiliki oleh usia dewasa, khususnya orang tua. Kelompok pergaulan teman sebaya merupakan lingkungan kedua setelah keluarga yang berpengaruh bagi kehidupan anak. Kuatnya pengaruh teman sebaya mengakibatkan melemahnya ikatan anak dengan orang tua, sekolah, dan masyarakat yang lain. Seperti yang dipaparkan Selman & Selman dalam Sarlito W. Sarwo (2012:

161), bahwa: Pada usia 9-15 tahun hubungan perkawanan merupakan hubungan yang akrab yang diikat oleh minat yang sama, kepentingan bersama, dan saling membagi perasaan, saling tolong menolong untuk memecahkan masalah bersama. Pada  usia yang lebih tinggi, 12 tahun ke atas, ikatan emosi bertambah kuat dan mereka makin saling membutuhkan, akan tetapi mereka juga saling memberi kesempatan untuk mengembangkan kepribadiannya masing-masing.

Menurut Ki Hajar Dewantara lingkungan pergaulan dibagi menjadi tiga yang lebih dikenal dengan tripusat pendidikan, yaitu:

1.       Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga merupakan miniatur dari masyarakat dan kehidupannya sehingga pengenalan anggota keluarga sedikit banyaknya pasti akan memberikan warna pada pandangan anak dan kehidupan sosial bermasyarakat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam lingkungan keluarga antara lain: status sosial ekonomi, suasana belajar, pola asuh orang tua, dan dukungan orang tua.

2.       Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan tempat dimana anak melakukan kegiatan belajar secara arah dan terprogram dengan baik. Pergaulan sekolah berati segala kegiatan antara guru dengan siswa yang meliputi kegiatan pembelajaran, interaksi sosial serta komunikasi personal antar warga sekolah. Sehingga lingkungan pergaulan sekolah adalah lingkungan di mana guru dan siswa melakukan kegiatan belajar mengajar serta interaksi sosial dan komunikasi personal antar warga sekolah.

3.       Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan yang berada di sekitar siswa yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan siswa termasuk mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar. Lingkungan masyarakat yang dapat mempengaruhi antar lain: pola hidup masyarakat, teman bergaul,dan media massa.



Lingkungan belajar ialah segala sesuatu yang terdapat di tempat belajar Hutabarat (1986). Sedangkan Nasution (1993), membagi lingkungan belajar menjadi dua yaitu lingkungan alami dan lingkungan sosial. Lingkungan alami seperti keadaan suhu, kelembaban udara, sedangkan lingkungan sosial dapat berwujud manusia dan representatifnya maupun berwujud hal-hal lain. Prestasi belajar itu salah satunya dipengaruhi oleh lingkungan belajar. Menurut Dunn dan Dunn (dalam Mudhofir, 1999) kondisi belajar dapat mempengaruhi konsentrasi, pencerapan, dan penerimaan informasi. Senada dengan hal di atas Rachman (1998/1999) menyatakan lingkungan fisik tembat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa lingkungan belajar berpengaruh terhadap hasil belajar.

Indra Djati Sidi (2005:148–150), menegaskan dalam menata lingkungan belajar di kelas yang menarik minat dan menunjang peserta didik dalam pembelajaran erat kaitannya dengan keadaan lingkungan fisik kelas, pengaturan ruangan, pengelolaan peserta didik dan pemanfaatan sumber belajar, pajangan kelas, dan lain sebagainya.”



Indra Djati Sidi (1996) dalam Cope (No. 02 tahun VI Desember 2002 : 36), menegaskan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, setiap pembelajar harus dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, suasana interaksi pembelajaran yang hidup, mengembangkan media yang sesuai, memanfaatkan sumber belajar yang sesuai, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran, dan lingkungan belajar di kelas yang kondusif. Agar pembelajaran benar-benar kondusif maka pembelajar mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan kondisi pembelajaran tersebut. Di antara yang dapat diciptakan pembelajar untuk kondisi tersebut adalah penciptaan lingkungan belajar. Lingkungan belajar menurut Muhammad Saroni (2006:82-84), adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Lingkungan ini mencakup dua hal utama, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial, kedua aspek lingkungan tersebut dalam proses pembelajaran haruslah saling mendukung, sehingga peserta didik merasa kerasan di sekolah dan mau mengikuti proses pembelajaran secara sadar dan bukan karena tekanan ataupun keterpaksaan.



Menurut Ormrod (2006) untuk menciptakan peserta didik belajar maka perlu diciptakan lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan yang nyaman sehingga anak terdorong untuk belajar peserta didik berprestasi serta membangun pengetahuannya sendiri. Ada beberapa karakteristik lingkungan sekolah yang nyaman sebagai tempat belajar (Burstyn & Stevens dalam Ormrod, 2006), yaitu:

·         Sekolah mempunyai komitmen untuk mendukung semua usaha peserta didik agar sukses baik dalam bidang akademik maupun sosial.

·         Adanya kurikulum yang menantang dan terarah.

·         Adanya perhatian dan kepercayaan peserta didik serta orang tua terhadap sekolah.

·         Adanya ketulusan dan keadilan bagi semua peserta didik, baik untuk peserta didik dengan latar belakang keluarga yang berbeda, beda ras maupun etnik.

·         Adanya kebijakan dan peraturan sekolah yang jelas. Misalnya panduan perilaku yang baik, konsekuensi yang konsisten, penjelasan yang jelas, kesempatan menjalin interaksi sosial serta kemampuan menyelesaikan masalah.

·         Adanya partisipasi peserta didik dalam pembuatan kebijakan sekolah.

·         Adanya mekanisme tertentu sehingga peserta didik dapat menyampaikan pendapatnya Secara terbuka tanpa rasa takut.

·         Mempunyai tujuan untuk meningkatkan perilaku prososial seperti berbagi informasi, Membantu dan bekerja sama.

·         Membangun kerja sama dengan komunitas keluarga dan masyarakat.

·         Mengadakan kegiatan untuk mendiskusikan isu-isu menarik dan spesial yang berkaitan dengan peserta didik.



Slameto (2010:73) mengemukakan bahwa cara  belajar yang buruk merupakan penyebab masih cukup banyaknya siswa yang sebenarnya pandai tetapi hanya meraih prestasi yang tidak lebih baik dari siswa yang sebenarnya kurang pandai tetapi  mampu meraih prestasi yang tinggi karena mempunyai cara belajar yang baik. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar mengajar adalah lingkungan keluarga (Slameto, 2010:60). Lingkungan keluarga merupakan pengaruh pertama dan utama bagi kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan seseorang. Faktor lingkungan keluarga pernah diteliti secara parsial, Khafid dan Suroso (2007) dalam jurnal penelitiannya menyatakan lingkungan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan Sejatiningtyas (2009)  yang  menyimpulkan  ada  pengaruh  lingkungan keluarga terhadap prestasi belajar siswa. Sugihartono dkk (2013: 76), menyebutkan terdapat 2 faktor  yang mempengaruhi belajar, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1) Faktor internal adalah faktor yang ada di dalam individu. Faktor internal meliputi faktor jasmaniah dan faktor psikologi. Faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh, sedangkan faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan. 2) Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal yang berpengaruh dalam belajar meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.



PEMBAHASAN



Homo homonilupus atau manusia adalah teman bagi manusia lainnya merupakan istilah yang diutarakan oleh seorang filsuf berlatar belakang ekonomi, Adam Smith yang kemudian dapat kita alih bahasakan sebagai representasi dan dalih  dalam perjalanan kehidupan kita sebagai makhluk sosial untuk pergaulan. Baik buruk, suka duka, tawa dan tangis, menjadikan warna ntuk segala kehidupan pembelajaran kita sebagai makhuk educatif. Pergaulan merupakan kebutuhan setiap individu kususnya peserta didik. Sebab motivasi terbesar dalam pembelajaran ada pada lingkungan tempat bermain.



Didalam kehidupan sosial, seseorang dituntut untuk melakukan interaksi dengan pergaulannya dengan berbagai pihak. Contohnya peserta didik saat berada didalam lingkungan keluarga, dia berinteraksi dengan ibu, ayah, adik, dll. Berbeda dengan dia saat berada dalam lingkungan sekolah, orang yang dijumpainya merupakan teman sebya yang sama sama berstatus pelajar dan guru. Saat berada dalam lingkungan pergaulan, seorang peserta didik akan mendapatkan hal hal baru yang seelumnya belum dia keahui sebab dalam bergaul peserta didik akan sama sama dengan temannya sharring session dan bahkan sampai ke tahap transfer of knowladge. Sebab dalam proses interaksi dalam pergaulan, peserta didik masih mempertahankan enersi kuriositasnya sebab itu merupakan originalitas seorang pelajar.



Pergaulan dapat bernilai paedagogi (pergaulan yang bernilait pendidikan) dan bernilai non paedagogis (tidak bernilai pendidilan). Pergaulan yang tidak bernilai pendidikan juga sebenarnya tidak selalu memberikan dampak yang buruk bagi peserta didik, terkadang pergalan tersebut asalkan peserta didik mampu memfilterisasi pergaulan yang kurang baik bagu nya akan selalu bermanfaat bagi perkembangan  pemahaman peserta didik. Pergaulan tersebut terkadang disebut oleh penulis sebagi pergaulan demagogis atau pergaulan yang hanya akan membawa dampak buruk bagi seiap orang yang terlibat didalamnya.



Terkadang pergaulan juga dapat menimbulkan cita cita meskipun tidak selalu permnnen. Artinya, dalam pergaulan yang dihadapi peserta didik banyak sekali manfaatnya bahkan sampai ke cita cita sebab dalam pergaulan tersebut, timbul efek imitasi atau tindakan meniru terhadap apapun yang dia sukai atau digemari. Contohnya, seorang anak secara rutin melihat suoer hero ditelevisi, anak akan secara tidak langsung akan menstimulus pemikirannya merefleksi kegiatan pahlawan fiktif tersebut sehingga melakukan kegiatan yang sama dalam kegiatannya bergaul atau bermain. Hal tersebut tidak terlepas dari kodrat manusia sebagai makhluk yang gemar melakukan meniru terhadap sesuatu yang digemari.



Faktor pergaulan teman sebaya juga akan menentukan efektifitas dan kondusifitas dalam kegiatan pembelelajaran, teman yang baik akan membawa enersi kuriositas yang tinggi begitupun sebaliknya apabila temen sebaya dan pergaulannya kurang baik juga akan mempengaruhi motivasinya akan pentingnya belajar. Lebih jauh lagi peserta didik akan semakin terganggu psikologisnya hanya karena mempunyai masalah dengan pergaulan.



Ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar peserta didik yang kemudian penulis formulasikan sebagai bentuk fleksibilitas penyelesaian permasalahan yang menghambat proses belajar, suasana kelas, motivasi dan prestasi peserta didik. Diantara faktor tersebut adalah:

1.       Faktor Internal

Merupakan faktor yang dalam individu itu sendiri. Adanya dorongan untuk memotivasi diri sendiri serta hasrat kuriositas dan enersi intelektual peserta didik. Dalam hal berprestasi, faktor internal ini merpakan dorongan atau motivasi dalam diri peserta didik untuk berprestasi. Seperti fokus perhatian terhadap mata pelajaran rerkhusus mata pelajaran yang paling dminatii, menghalau semua masalah maslaah pribadi, menerima dan mengingat pembelajaran bahkan peserta didik harus mampu menerapkan hasil proses belajar tersebut, serta menggeneralisir persoalan persoalan lainnya yang menghambat motovasinya dalam belajar.

2.       Faktor Eksternal

Merupakan faktor yang berasal dari luar peserta didik. Seperti sarana pra sarana, tenaga pendidik, fasilitas sekolah, media pembelajara yang kurang kreatif dan invatif, faktor lingkungan. seperti lingkungan kelas, sekolah, keluarga dan masyarakat termasuk teman sebaya.



Pengaruh pergaulan teman sebaya dalam proses pembelajaran juga membuat siswa sulit untuk dokus belajar karena faktor masalah yang dihadapinya dengan teman sebaya tadi. Terkadang dalam kegiatan pembelajaran berlangsung peserta didik mengibrol dengan peserta didik lain yang mengjaknya ini justru akan menghambat efektifitas dan kondusifitas pembelajaran didalam kelas. Selain itu juga ada siswa yang membuat kelompok kelompok tertentu didalam satu kelas. Oleh karena itu pergaulan teman sebaya sangat berpengaruh dalan proses kegiatan pembelajaran khususnya efektifitas dan kondusifitas pembelajaran didalam kelas.



Disamping menghambat efektifitas dan kondusifitas kegitan pembelajaran, pergaulan juga mempengaruhi prestasi peserta didik. Hal ini jelas berpengaruh sebab pesesrta didik akan terhambat motivasinya untuk benar benar serius dalam belajar. Seperti yang sudah penulis sampaikan bahwa pergaulan yang baik akan membawa dampa yang baik terhadap minat belajar, motivasi belajar, bahkan prestasi peserta didik.



Dalam penelitian yang ditulis dalam dalam jurnal skripsi oleh saudari Retno Singga Dewi menunjukan bahwa lingkungan teman sebaya berpengaruh terhadapn hasil belajar siswa SMA Negeri Semarang sebesar 18%. Faktor lainnya tidak lain adalah motivasi belajar peserta didik menurun karena merosotnya efektivitas dan kondusifitas proses pembelajaran. Disamping itu, juga media pembelajaran yang kurang efektif dan kreatif. Kurang optimalnya motivasi siswa juga dapat dilihat dari peserta didik terkadang jarang mau bertanya kepada guru terkait pelajaran, peseta didik lebih terkait membicarakan hal lai seperti perkembangan media maya, issue issue yang sedang hangat dalam media publik serta membicarakan teman sebaya laiinya yang tidak tergabung dalam kelompoknya.



Peserta didik akan mendapatkan hasil belajar yang optimal atau berprestasi apabila dalam diri peserta didik itu sendiri mempunyai kemauan untuk berprestasi. Selain itu hasil belajar yang optimal akan terapai sesuai tujuan pembelajaran apabala faktor lain untuk mendorong peserta didik selalu bersemangat dalam belajar, yaitu faktor pergaulan teman sebaya yang mendukung.



SIMPULAN



Sekolah merupakan bagian integral dari suatu masyarakat yang berhadapan dengan realitas sebenarnya yang terdapat dalam suatu masyarakat pada masa sekarang. Sekolah juga merupakan lingkungan kedua setelah rumah untuk peserta didik melatih kepribadiannya, soft skill maupun hard skill nya. Kognitif, afektik bahkan psikomotorik peserta didik. Jadi, sekolah sebagai suatu sistem sosial merupakan sekumpulan elemen kegiatan yang berinteraksi dan membentuk satu kesatuan sosial yang ada dilingkungan sekolah yang kemudian pada akhirnya membentuk sesuatu yang bermanfaat khususnya bagi masyarakat sekitar, umunya bagi nusa bangsa dan agama. Dalam hal ini adalah orang orang terdidik. Oleh karena itulah sekolah dituntut agar mampu menciptakan suasana yang harmonis, kondusif serta memberkan sensasi kenyamanan dalam proses pembelajaran dan dinamika dalam sekolah itu sendiri.



Menurut Slameto (2010:73) mengemukakan bahwa cara  belajar yang buruk merupakan penyebab masih cukup banyaknya siswa yang sebenarnya pandai tetapi hanya meraih prestasi yang tidak lebih baik dari siswa yang sebenarnya kurang pandai tetapi  mampu meraih prestasi yang tinggi karena mempunyai cara belajar yang baik. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar mengajar adalah lingkungan keluarga (Slameto, 2010:60). Lingkungan keluarga merupakan pengaruh pertama dan utama bagi kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan seseorang. Faktor lingkungan keluarga pernah diteliti secara parsial, Khafid dan Suroso (2007) dalam jurnal penelitiannya menyatakan lingkungan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan Sejatiningtyas (2009)  yang  menyimpulkan  ada  pengaruh  lingkungan keluarga terhadap prestasi belajar siswa



Faktor pergaulan teman sebaya juga akan menentukan efektifitas dan kondusifitas dalam kegiatan pembelelajaran, teman yang baik akan membawa enersi kuriositas yang tinggi begitupun sebaliknya apabila temen sebaya dan pergaulannya kurang baik juga akan mempengaruhi motivasinya akan pentingnya belajar. Lebih jauh lagi peserta didik akan semakin terganggu psikologisnya hanya karena mempunyai masalah dengan pergaulan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar peserta didik yang kemudian penulis formulasikan sebagai bentuk fleksibilitas penyelesaian permasalahan yang menghambat proses belajar, suasana kelas, motivasi dan prestasi peserta didik.



DAFTAR RUJUKAN



Uno, Hamzah B. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara



Wisudo, Bambang, dkk. 2017. Mengajar Untuk Perubahan (Pedagogi Kritis di Ruang Kelas). Malang: Intrans Publishing



Dalyono, M. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta; jl jend Sudirman. Kav 36-A. Rineka Cipta



Johar, Rahmah dkk. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Banda Aceh



Slameto. 2015. Belajar dan Faktor Faktor yang Mempengaruhinya. Surabaya. Rineka Cipta





Johantoro. 2013. Pengaruh Efektifitas Belajar  Dan Kondusifitas Lingkungan Keluarga  Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi   Siswa Kelas X Jurusan Akuntansi  Di Smk Pgri Batang Tahun Ajaran 2012/2013. Skripsi. Semarang. Universitas Negeri Semarang



Dina, Ariska S. 2017. Pengaruh Pergaulan Teman Sebaya dan Metode Mengajar Guru Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kompetisi Keahlian Administrasi Perkantoran SMK Muhammadiyah 1 Tempel. Skripsi. Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta



Wicaksono, Okky. 2014. Hubungan Antara Teman Sebaya dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas V SD Gugus Jendral Sudirman, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen. Yogyakarta. Universitas Ngeri Yoguakarta



Zuhaira Laily Kusuma, Subkhan. 2014. Pengaruh Motivasi Belajar Dan Kedisiplinan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Akuntansi Siswa Kelas Xi Ips Sman 3 Pati Tahun Pelajaran 2013/2014. Semarang. Universitas Negeri Semarang

Rahayu, Septiana. 2017. Pengaruh Lingkungan Teman sebaya dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Siswa Kelas X IIS SMAN ! Sewon Tahun Ajaran 2016/2017. Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta





Stirling, Diana. 2013. Motivation On Education. France. Learning Development Institute