(Part 2) Risiko terlahir dari keluarga miskin

Everything you see is the conditioned by socialeconomic class you come from - Rajen Makhijani


Kejengkelan menjadi orang miskin sukar sekali dijelaskan dengan kata-kata, karena bukan hanya materi yang difikirkan tetapi psikologi, pikiran dan perasaan. Seperti yang dikatakan Mas Rajen, apa yang terjadi sekarang adalah akibat dari kondisi asalmu, terlalu judgemental memang tetapi asa benarnya juga, setidaknya untuk kurun waktu tertentu sampai kita bisa menentukan nasib kita sendiri.


Kemarin kita sudah membuat beberapa hipotesa mengenai penyebab kemiskinan, terlepas dari konsep benar dan salah yang jelas untuk memenangkan sebuah pertndingan, menyusun strategi adalah langkah awal menuju kemenangan - No Game No Life


Keluarga

Sudah barang jadi, keluarga adalah penyebab kemiskinan -kemiskinan kultural- maka dari itu, orang tua yang baik, rela mengorbankan apasaja demi kebahagian sang anak dan keturunannya termasuk menjual sebagian besar kebahagiannya demi masa depan sang anak. 

"Beberapa kali saya mengutuk diri sendiri karena tindakan egois terhadap Ayah, beberapa keinginan yang tidak dipenuhi oleh si Ayah membuatku jengkel tak karuan. Bukan tanpa sebab kenapa kita berkeinginan, dan bukan karena sudah dewasa kemudian pemikiran semakin kompleks, dan keinginan jadi begitu banyak tetapi keadaan mendesak yang mengharuskan berdiri diatas pohon benas, bertindak cepat atau duduk pasrah. Well, kompleksitas pemikiran membuat kita semakin ambyar, tetapi saya berharap dengan mengerti konteksnya - kita bisa saling memahami"

Masing-masing kita punya cerita, masing-masing kita punya rasa dan asa yang berbeda, namun sering kita temukan buih persamaan karena kejadian yang berangsur-angsur terelakan. Dewasalah!



Tuhan

Dear Tuhan.....

Aku adalah setitik ruh yang kau hembuskan ke dalam bejana kehidupan, 

terpental kedalam lubang air yang berlawanan, 

berseteru memperebutkan gelar pahlawan, 

kini aku menang dengan penuh kebanggaan


Tapi tuhan....

Kenapa aku tidak terlihat seperti pahlawan? Aku ingin seperti merka tuhan, menantang badai kehidupan - menghunuskan parang keadilan, terdepan - gelombang kemiskinan. Boom!!! Ahahahhahaaaa. kini aku tau, akupun sedang berjuang menapaki tebing kesengsaraan.


Yah, well.... Itu bukan puisi, bukan prosa dan bukan karya sastra, itu hanyaaa..... Sekedar melepaskan untaian kata yang ada di kepala saja....


Menjadi miskin banyak risikonya, tapi akan selalu ada the side of something yang akan menyeimbangi kehidupan.

Akan selalu ada masalah yang dihadirkan tuhan untuk kita, bukan semata untuk permainan jenaka tetapi untuk membuat kita turus struggle, keep going meraih masa depan, karena memang sang maha selalu berkuasa atas rencana.

Seperti kata-kata mutiara lainnya yang indah, "Tuhan adalah pembuat rencana terbaik, menurut kita baik, belum itu yang terbaik, tapi menurut tuhan baik sudah pasti yang terbaik".


Salam dari penulis yang menolak terlahir dari keluarga miskin, karena memang keluarga saya tidak miskin. Dan menentang keras claimer orang kaya karena engga bisa bawa motor.

"Bruh, jokes teraakhir selalu tidak lucu:') "


#Disclaimer:

Tulisan ini dan yang sebelumnya adalah versi babi brutal, jadi memang belum masuk ke tahap recycle. Semoga pembaca paham dan masih dapat menikmati. Terimagaji!!


WS Triyana

Risiko Terlahir dari Keluarga Miskin

Sumber: https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fasset.kompas.com%2Fcrops%2FRAFdB1EIiOxUFK_WmiYt9fayP_8%3D%2F0x0%3A780x390%2F750x500%2Fdata%2Fphoto%2F2014%2F06%2F30%2F1321115bantar-gebang2780x390.jpg&imgrefurl=https%3A%2F%2Fwww.kompas.com%2Ftren%2Fread%2F2019%2F11%2F15%2F070000565%2Fdi-indonesia-anak-miskin-akan-tetap-miskin-ketika-dewasa%3Fpage%3Dall&docid=xms5LjDOP3Xx_M&tbnid=H242hRxxxq3yNM&vet=1&source=sh%2Fx%2Fim


Ada kalimat motivasi yang cukup populer dari sang billioner dunia, bos microsoft, Bill Gates, bagi mereka yang mempunyai nasib yang kurang bagus dalam jenjang kariernya di dunia, kira-kira kalimatnya begini: "bukan salah kamu ketika kamu terlahir miskin, tetapi jika kamu mati dalam keadaan miskin, sudah pasti itu kesalahan kamu". 


Miskin & Kaya merupakan term paling buruk ketika digunakan seseorang untuk menjudge dan melancarkan serangan psikis brutal tak berperikemanusiaan kepada manusia lain yang tidak punya kekuatan - kesenjangan selalu diagungkan oleh mereka yang duduk disinggasana kekayaan, sedangkan manusia lain yang melata hanya bisa tertawa apabila menemukan roti sisa si bangsawan.


Jika merujuk pada kalimat indah mas Bill Gates tadi, apakah sang kaya tidak berdaya ketika dirinya secara sadar ataupun tidak sadar telah menindas si miskin karena terlahir dari org kaya? Atau sebaliknya, si miskin memang selayaknya ditindas oleh sang kaya karena dia terahir dr keluarga miskin? Atau justru, Tuhan terlalu becanda dalam membuat rule of life sehingga tercipta peradaban yang penuh kesenjangan? Atau justru memang penulis aja yang kurang kerjaan bikin tulisan unfaedah semacam ini.... Bruhhh, anda yang memutuskan untuk memilih jawaban, termasuk selain dari jawaban diatas. 

Oke next (kita akan membuat beragam hipotesa:v)


1. Terlahir miskin memang bukan kesahalan kamu, tapi kesahalan keluarga kamu! 

Coba bayangkan kalau keluarga kamu kaya, ayah kamu pekerja keras, tidak leha-leha, punya jenjang pendidikan yang tinggi dan karier yang menjanjikan, apakah kamu akan miskin? TIDAK!! Sebaliknya, ayah kamu leha-leha di masa muda, tidak nurut, badung, dll. Ya jadinya seperti sekarang, kamu jadi miskin! 

Tp lantas akan terus menyalahkan si Ayah kolot yang taunya hanya teknik jilq-nya Ma Erot? 


2. Terlahir miskin memang bukan kesalahan kamu, tapi kesahalan Tuhan yang terlalu becanda!

Bisa-bisanya dilahirkan di keluarga yang miskin, kita jadi punya gelar AMIS "Anak Miskin", kalau saja ruh kita ditiupkan kepada ibu yang rupawan dan ayah yang dermawan, masa depan pasti tercerahkan! Tidak menderita, setidaknya tidak mnejalani kehidupan yang sedikit-sedikit tidak punya uang...... Arrrghhhttt 

Tapi apakah memang uang dapat terus mengalirkan selaksa harapan masa depan yang menjanjikan?





Bersambung.....




Ws Triyana


Diplomasi Pentahelix, Hajat Ummat Anti-korupsi

Diplomasi Penta Helix, Hajat ummat anti-korupsi

Oleh: Wandi Sugih Triyana

Indonesia saat ini sedang berada pada kulminasi tertentu, dimana berbagai masalah bertubi-tubi datang menghampiri negeri, seperti epidemi Virus Covid-19 (Corona Virus). Namun hal tersebut tidak menghalangi spirit penulis untuk terus giat menulis isu korupsi yang sembelit kelilit penyakit teknokrat yang buncit! Omnibuslaw, RUU Ketahanan Keluarga, Jiwasraya dll.

Kita kilas balik ke belakang, beberapa waktu lalu isu korupsi menjadi sangat seksi diperbincangkan oleh semua kalangan, dari mulai politisi, akademisi sampai buruh tani ikut andil berdiskusi mengenai polemik korupsi yang terjadi di negeri ini. Bukan tanpa sebab mengapa isu ini menjadi sangat seksi, pada tahun 2019 lalu menjadi kulminasi institusi eksekutif negara yang independen yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah mengalami degradasi kredibilitas secara besar-besaran dalam menjalankan fungsinya yang sangat  fundamental “Memberantas Tindak Pidana Korupsi”.

Beragam spekulasi muncul kepermukaan media dari berbagai diskusi dan opini publik yang mengangkat isu tentang korupsi. Spekulasi awal muncul ketika seorang kepala negara, Bapak Presiden Joko Widodo menyuarakan pentingnya “mereformasi” KPK yang kemudian mengambil langkah untuk merevisi undang-undang KPK dan berujung pada UU no 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang menuai kontroversi, setelah DPR berhasil melakukan “operasi senyap” revisi undang-undang KPK pada September 2019 lalu. Berbagai kritik dan aksi berkabung atas pelemahan KPKpun digelar oleh berbagai elemen masyarakat. Namun apa-apa,  ambisi para penguasa dan elit politik untuk melemahkan KPK dari sejak tahun 2010 lalu, akhirnya termanifestasikan ke dalam UU no 19 tahun 2019, hajat teknokrat masturbasi!

Kontroversi yang termaktub dalam UU no 19 tahun 2019 adalah keraguan terhadap independensi lembaga KPK yang berstatus lembaga pemerintah sehinggga pegawai KPK juga berstatus ASN yang tunduk pada UU ASN. Selain dari itu, pada pasal 37A, 37B, 37C, 37D, 37E, dan pasal 37F tentang Dewan Pengawas juga sangat kontroversial dan sangat administratif karena urgensi dari adanya Dewan Pengawas ini tidak lain adalah untuk membuat KPK bertekuk lutut pada penguasa. Bagaimana tidak, Dewan Pengawas bertugas untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberikan izin atau tidak memberi izin penyadapan, penggeledahan dan penyadapan (pasal 37B) sedangkan Dewas sendiri terdiri dari 5 orang yang dipilih oleh DPR atas rekomendasi dari presiden kemudian dilantik oleh presiden. Keberadaan Dewas sendiri sebetulnya tidak dibutuhkan sama sekali karena tugas tersebut justru ada di dalam struktural tubuh KPK yaitu Direktorat Pengawas Internal dalam Kedeputian Bidang PIPM, hal-hal yang redundant secara substansi semacam ini sengaja dibuat agar KPK dapat dikontrol oleh penguasa sehingga membuat para aktivis anti-korupsi geram terhadap regulasi ini mengingat impact yang akan timbul dikemudian hari.

Belum genap 4 bulan sejak disahkannya undang-undang no 19 tahun 2019 tentang KPK, publik kembali dihebohkan dengan gagalnya penyidik KPK yang hendak menggeledah kantor DPP PDI-Perjuangan terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) komisioner KPU yaitu Wahyu Setiawan karena kasus suap, yang diduga telah menerima uang suap sebesar 400 juta dari Caleg PDI-Perjuangan, Harun Masiku dan pihak swasta bernama Saeful yang merupakan staff Sekjend PDI-Perjuangan. Ironisnya, bahkan sampai sekarang keberadaan Harun Masiku masih belum diketahui, ada yang bilang disembunyikan bahkan “dilenyapkan” atau mungkin sebenarnya beliau sedang asyik bertamasya ria ke China, climbing bersama Virus Corona. Wallahu a’lam.

Kendati demikian, sebagai masyarakat yang mempunyai angan-angan ideal sebuah negara (Utopian Society) berharap negara dapat menyelesaikan berbagai permasalahan masyarakat dan membakar lumbung masalahnya. Korupsi adalah lumbung permasalahan, kotributor terbesar penyengsara rakyat, penyebab kemiskinan, minimnya akses kesehatan dan rendahnya pendidikan serta sulitnya sebuah negara mencapai telos kesejahteraan. Harus ada formula khusus yang mampu menumbangkan koruptor-koruptor yang rakus akan kemewahan dan kekuasaan, negara harus mampu mengintegrasikan berbagai lembaga dan elemen masyarakat untuk bersama-sama berperan dalam memberantas korupsi sampai ke akar-akarnya.

Diplomasi Pentahelix
Pada tanggal 29 Januari 2019, Transparacy Internasional (TI) merilis Corruption Perseption Index (CPI) atau Indeks Prestasi Korupsi (IPK) yang ke-23 untuk tahun 2018, berdasarkan hasil risetnya pada tahun 2018, Indonesia memperoleh skor 38, naik satu poin dari tahun 2017 lalu yaitu 37 poin sehingga Indonesia menempati peringkat ke-89 dari 180 negara yang TI survey sementara skor rata-rata global adalah 43 poin dan mengalami stagnasi sejak tahun 2015. Hal ini menunjukan integrasi lembaga dan elemen masyarakat harus lebih serius lagi dalam penanganan kasus korupsi jangan sampai mengalami penurunan, sebab pada tahun 2018, Lembaga Survey Indonesia (LSI) mengungkapkan sebanyak 52 persen masyarakat indonesia menilai tingkat korupsi mengalami peningkatan meskkipun secara periodik, tren korupsi menurun selama 2 tahun terakhir. Hal ini justru harus menjadi titik fokus kita karena prestasi tersebut belum dikomparasikan dengan kondisi yang sekarang setelah tragedi pelemahan KPK. Maka upaya-upaya preventif dan kuratif harus terus dilakukan oleh berbagai lembaga dan elemen masyarakat dari mulai pemeritah, masyarakat/komunitas, akademisi/kaum intelektual, swasta/pengusaha dan juga Media yang kemudian dikenal dengan Penta Helix.

Sinergitas Penta Helix merupakan kegiatan kolaborasi/kerjasama anatara berbagai bidang/lini meliputi Gouverment, Community, Academic, Bussines dan Media. Unsur Penta Helix ini awalnya Tripel Helix dengan unsur-unsur Gouverment, Academic, Bussines, yang kemudian ditambahkan satu unsur lagi yaitu Civil Society (Communities), menjadi Quadruple Helix. Unsur  Comunnities ini membuka peluang konfigurasi dan jejaring lintas disiplin, serta membebaskan konsep “inovasi” dari sekedar pertimbangan dan tujuan ekonomi, melainkan juga melibatkan kreativitas sebagai bagian dari proses produksi pengetahuan dan inovasi (Muhyi, Chan, Sukoco I,. & Herawaty, T. The Penta Helix Collaboration Model in Developing Center of Flagship Industry in Bandung City. Review of Integrative Bussines and Economic Reaserch, 6(1), 412-417). Lalu kemudian, Quadruple Helix ini ditambahkan satu unsur lagi yaitu Media (baik konvensional maupun media sosial) karena media memegang peranan yang sangat signifikan diera yang  serba digital ini.

Sinergitas ini menjadi sangat penting dilakukan dalam upaya memberantas korupsi, mengingat korupsi sudah menggurita, ibarat penyakit tumor yang menggerogoti tubuh dan harus ditangani dengan sangat serius. Singkatnya, beberapa bidang dalam konsep Penta Helix ini memiliki peran dan tugasnya masing-masing yang kemudian bersinergi antara satu dengan yang lain.

Pertama, Pemerintah (Gouverment/Political Power) berperan sebagai regulator sekaligus kontroler harus mampu memperkuat integritas lembaga-lembaga yang bertanggungjawab pada pelayanan publik, pengawasan internal, dan penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan lembaga kemasyarakatan, kemudian mendukung dan melindungi masyarakat sipil dan media yang bebas dari tekanan dan ancaman pada pengungkapan korupsi. Bukan malah sebaliknya, pemerintah sendiri yang kebingungan bagaimana caranya terlepas dari tekanan luar akibat dari kontrak politik tertentu. Sudah bukan rahasia umum lagi jika kita bicara soal pemerintah yang bersih dari sentuhan dan tekanan dari luar, seperti investor (luar maupun dalam) sudah sangat langka dijumpai karena seperti yang kita ketahui bersama, cost politik Indonesia yang sangat besar berpeluang besar pula masuknya para investor ke ranah tersebut. Mungkin kita harus kembali pada pemikiran politiknya Al Farabi dimana seorang pemimpin (dalam konteks ini perwakilan rakyat) seharusnya mempunyai kriteria kriteria khusus yang sangat ketat (lihat: Ara’ ahl al-Madinat al-Fadilah dan Al-Siyasat al-Madaniyyah) karena persoalan korupsi ini bukan hanya tentang sistem tapi integritas seorang pemimpin/pemangku kebijakan dan pembuat regulasi agar lebih bersih dan capabel dalam "berpuasa menahan godaan". Lebih jauh lagi, Allah SWT telah memerintahkan dalam surat Al-Baqoroh ayat 188,
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui"  (Q.S Al-Baqoroh:2/188) Semoga Allah Ta'ala selalu memberikan Indonesia pemimpin yang berintegritas serta seorang Protection Power yang sholeh-sholehah. Amin

Kedua, Akademisi (Academic/Knowledge Power) yang mengemban misi "mencerdaskan kehidupan bangsa" sebagai bentuk amanah dari undang-undang, harus mampu membuat sebuah produk literatur tentang korupsi berbasis riset to riset, kemudian mendedikasikan dirinya secara sepenuhnya dalam upaya membuka selebar-lebarnya cakrawala dunia ke-korupsian kepada masyarakat dan bahkan pemerintah dari produk yang dibuat berbasis riset to riset tadi. Pekerjaannya sangatlah berat, karena beban tanggungjawab yang ia pikul bukan lagi soal kualitas ke-ilmuanan, tapi juga tanggungjawab ke-ilmuan yang telah dia peroleh selama kariernya di jenjang pendidikan tinggi. Sebab, sebagaimana Abu Hanifah dulu pernah mengatakan -yang diabadikan oleh muridnya- dalam kitab yang berjudul Al-'alim wa al muta'allim, bahwa "Tidak Ada Ilmu Melainkan Untuk Beramal Dengannya." dalam hal ini, Abu Hanifah seolah ingin menyatakan bahwa tidaklah berfaedah/bermanfaat ilmu seseorang apabila tidak diiringi dengan "amal/perbuatan" yang selaras dengan ilmu yang telah ia peroleh.

Ketiga, Masyarakat (Communities/Social Power). Berdasarkan undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam pasal 41 ayat (2 dan 5) menegaskan, bahwa masyarakat mempunyai hak dan kewajibannya dalam upaya pemberantasan korupsi, serta tata cara pelaksanaan peran masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang lebih lanjut di atur dalam PP no 71 tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi diwujudkan dalam bentuk antara lain mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi tentang tindak pidana korupsi dan hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Peraturan Pemerintah ini juga mengatur mengenai kewajiban pejabat yang berwenang atau Komisi untuk memberikan jawaban atau menolak memberikan isi informasi, saran atau pendapat dari setiap orang, Organisasi Masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat. Sebaliknya masyarakat berhak menyampaikan keluhan, saran, atau kritik tentang upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang dianggap tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengalaman dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa keluhan, saran, atau kritik masyarakat tersebut sering tidak ditanggapi dengan baik dan benar oleh pejabat yang berwenang. Dengan demikian, dalam rangka mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, pejabat yang berwenang atau Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi diwajibkan untuk memberikan jawaban atau keterangan sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Kewajiban tersebut diimbangi pula dengan kesempatan pejabat yang berwenang atau Komisi pemberantasan tindak pidana korupsi menggunakan hak jawab berupa bantahan terhadap informasi yang tidak benar dari masyarakat. (lihat: PP No 71 tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi).
Selain itu, masyarakat sipil, yang paling sering terjun ke-masyarakat tahu betul data empirik di lapangan. Masyarakat Sipil harus sesering mungkin melakukan riset dan rekomendasi kepada pemerintah serta melakukan advokasi terkait masalah-masalah yang ditemukan di lapangan. Idealnya, pemerintah harus membuka pintu selebar-lebarnya terhadap masyarakat sipil untuk memberikan pendampingan dan rekomendasi program, masalahmya sekarang adalah pemerintah "ke-seringan" menutup diri untuk mendengar keluh kesah masyarakat (dalam konteks ini direpresentasikan oleh masyarakat sipil berbentuk rekomendasi). Termasuk misalnya dalam pembuatan kebijakan, masyarakat sering tidak dilibatkan dalam pembuatan kebijakan tersebut. Akibatnya produk undang-undang yang dihasilkan nihil riset dan bersebrangan dengan kebutuhan masyarakat karena assesmen yang dilakukan pemerintah tidaklah komprehensif. Oleh karenanya, masyarakat harus terus advokasi, dan pemerintah membuka terhadap kritik, aspirasi dan rekomendasi dari masymasyar sipil.

Keempat, Swasta/Pebisnis (Bussines/Economic Power). Mengingat korupsi ini tidak hanya terjadi dan dilakukan oleh pejabat negara sebab banyak kasus korupsi yang melibatkan sektor swasta seperti kasus suap, gratifikasi, pemerasan dan atau uang pelicin untuk kepentingan tertentu kepada pejabat negara, serta dalam mewujudkan corporate liability, Pada tahun 2014, KPK sempat mengeluarkan Surat Himbauan nomor B-33/01-13/01/2014 tentang Peran Serta Sektor Swasta dalam Tindak Pidana Korupsi yang ditujukan kepada Ketua KADIN Indonesia, para Ketua Organisasi yang tergabung dalam KONI serta kepada Para Pimpinan Sektor Swasta dan Korporasi dalam rangka menciptakan corporate liability untuk tidak melakukan suap, gratifikasi dll (lihat: Surat Himbauan KPK nomor B-33/01-13/01/2014).
Adalah hal yang naif apabila berbicara swasta maka berbicara soal pemodal yang mempunyai andil besar terhadap tindak pidana korupsi, tapi nyatanya seperti itu. Kasus korupsi lebih banyak terjadi karena keterlibatan swasta ke-dalam ranah politik, money politic, cost politic, kontrak politik, suap, gratifikasi, pelicinan uang, penggelembungan uang, megaproyek, pelelangan dll.
Persoalan keterlibatan pihak swasta adalah soal integritas, bukan lagi soal sistem. Karena mereka punya segala alat untuk "menjinakkan" pemerintah/pembuat kebijakan, menjinakkan masyarakat sipil, menjinakkan akademisi, Media dan bahkan mungkin bisa "menjinakkan komisioner KPK", sangat bisa terjadi bukan? Maka dari itu, yang lebih kita fokuskan adalah pembentukan karakter seorang "saudagar yang berintegritas" yang dilakukan sejak dini oleh kaum akademisi. Integritas seorang politisi juga dipertanyakan, bagaimana kemudian dia harus bisa menahan godaan para investor keji yang maruk pada bati/laba. Atau mungkin pemikiran Rizal Ramli terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi bisa kita kaji kembali, dimana setiap partai "digaji" oleh negara supaya dapat memenuhi kebutuhan partainya. Tujuannya agar para politisi dapat himbauan dari pimpinan partainya untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi, tapi balik lagi karena manusia adalah homo homonilupus, mereka akan terus berusaha mencapai titik klimaks kepuasan (yang tiada tara). Wallahu a'alam....

Kelima, Media (Social Media). Media saat ini kedudukannya sangat seksi karena dia bisa menggiring opini publik, "membenarkan yang salah, dan menyalahkan yang benar", Media juga dapat meningkatkan elektabilitas dan menjatuhkan kredibilitas seseorang hanya dalam waktu yang singkat. Tidak dipungkiri, sekarang media sudah dapat kita lihat bersama ada tendensi pada pihak tertentu atas intervensi dari luar (kekuasaan) sehingga mereka gugup dan gagap dalam menyampaikan kebenaran. Dari sini kita bisa melihat kredibilitas media dalam menjaga stabilitas negara, dia seharusnya independen, tidak boleh ada keberpihakan dan atau pro kepada masyarakat, ikut andil mengadvokasikan permasalahan masyarakat melalui framming media atas hasil rekomendasi dari lembaga masyarakat sipil, serta menjadi akselelator untuk mengusik kenyamanan penguasa yang duduk rebahan di singgasana.

Cegah Korupsi dari Ujung Jari! 
Konsepsi Diplomasi Penta Helix ini sangat krusial sekali untuk dilakukan, mengingat korupsi akan terus menggerogoti negeri. Pemerintah harus membuka ruang selebar-lebarnya pada masyarakat sipil, memberikan ruang kepada masyarakat sipil, tidak mengintervensi akademisi dan media serta harus menahan godaan dari para investor. Akademisi jangan sampai terintervensi, melakukan pencerdasan dan terus membuat produk pemikiran by riset. Masyarakat Sipil harus terus melakukan riset-advokasi-rekomendasi. Swasta harus mempunyai integritas sebagai negarawan yang dermawan, Media harus tetap independen atau bahkan pro terhadap permasalahan rakyat jangan sampai terintervensi oleh penguasa. Apabila semuanya berintegrasi, berkolaborasi untuk mencapai misi: Cegah Korupsi dari Ujung Jari!

Penulis teringat pada satu kisah pada zaman Nabi Muhammad SAW, tentang seseorang yang diangkat menjadi petugas pemungut zakat di Bani Sulaim, dia adalah Abdullah bin Al-lutbiyyah (Ibn Al-Atbiyyah) -yang kemudian kisah ini diabadikan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim-  kira-kira arti bunyi hadits nya begini:
Dari Abi Humaid as-Sa’idi ra (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah SAW mengangkat seorang lelaki dari suku al-Azd bernama Ibn al-Lutbiyyah untuk menjadi pejabat pemungut zakat di Bani Sulaim. Ketika ia datang (menghadap Nabi SAW untuk melaporkan hasil pemungutan zakat) beliau memeriksanya. Ia berkata: “Ini harta zakatmu (Nabi/Negara), dan yang ini adalah hadiah (yang diberikan kepadaku).” Lalu Rasulullah SAW bersabda, “jika engkau memang benar, maka apakah kalau engkau duduk di rumah ayahmu atau di rumah ibumu hadiah itu datang kepadamu?” Kemudian Nabi SAW berpidato mengucapkan tahmid dan memuji Allah, lalu berkata: “Selanjutnya saya mengangkat seseorang di antaramu untuk melakukan tugas yang menjadi bagian dari apa yang telah dibebankan Allah kepadaku. Lalu, orang tersebut datang dan berkata: “ini hartamu (Rasulullah /Negara) dan ini adalah hadiah yang diberikan kepadaku.” Jika ia memang benar, maka apakah kalau ia duduk saja di rumah ayah dan ibunya hadiah itu juga datang kepadanya? Demi Allah begitu seseorang mengambil sesuatu dari hadiah tanpa hak, maka nanti di hari kiamat ia akan menemui Allah dengan membawa hadiah (yang diambilnya itu), lalu saya akan mengenali seseorang dari kamu ketika menemui Allah itu ia memikul di atas pundaknya unta (yang dulu diambilnya) melengkik atau sapi melenguh atau kambing mengembik… (HR. al-Bukhari dan Muslim). Lantas Rasulullah saw menggunakan media pidato untuk mengumumkan kepada publik bahwa ada yang telah melakukan korupsi dengan tujuan agar khalayak tau dan memberikan efek jera kepada Ibn Al-Atbiyyah bersama keluarganya yang menanggung malu atas perbuatannya itu.

Linear dengan hadist tersebut, Allah SWT telah menginstruksikan kepada kita semua atas pembalasan/sanksi yang harus diterapkan kepada pada koruptor/pembuat kerusakan di muka bumi, yang tertuang dalam surat Al-Maidah ayat 33:
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
"Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi, hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar." (Q.S Al-Maidah:5/33)
Mungkin salah satu cara efektif untuk memberantas kasus korupsi adalah pemberian efek jera, dan jera yang paling efektif kepada para tindak pidana korupsi adalah hukuman/sanksi yang berat: Qisas. Sebagaimana yang termaktub di dalam surat tersebut. Wallahu a'lam.... 

Invasi Corona: Sampai ke Masjid?

(WS Triyana: Republic Of Rongokerism)
.
.
.


Akhir-akhir ini, kacamata polemik di Indonesia seolah tertuju pada satu diskursus baru yaitu epidemiologi: Wabah Virus Corona, Invasi Virus dari Negeri China.


Beberapa bulan lalu, dunia dihebohkan dengan munculnya Virus Corona (Covid-19) di Wuhan, China. Konon katanya virus itu berasal dari makhluk nokturnal, kelalawar yang invasinya melalui makanan hewan ternak yang dikonsumsi oleh masyarakat. Pergerakannya bukan main! Hanya butuh kurang dari 2 bulan saja, pemerintah Indonesia langsung mengambil langkah lockdown sebagian institusi, khususnya institusi pendidikan guna menekan angka korban virus tersebut mengingat sudah 369 data terbaru kasus tersebut menurut CNN se-per 20 Maret 2020 (yg belum terdetect mungkin lebih banyak) dan masih bertambah setiap waktunya. Kondisi semakin parah karena korban terus bertambah bahkan sudah ada yang meninggal sebanyak 32 orang (lihat: https://m.cnnindonesia.com/nasional/20200320124931-20-485289/update-corona-20-maret-369-kasus-32-meninggal-17-sembuh)  sementara masyarakat bebal, sudah tau virus itu berbahaya masih aja tamasya:). pelayanan publik bobrok (tapi kita gabahas ini kok), rakyat resah, ngeluh, dan berusaha sabar serta mengisolasikan diri di rumah sesuai dengan instruksi presiden.

Seperti sebuah tradisi yang ada di Indonesia, selalu terjadi polarisasi dalam hal apapun (dalam konteks ini pro & kontra virus corona) yang pro bilang: ini musibah kita kudu waspada! beli masker sebanyak banyaknya!  beli sanitizer sebanyak-banyaknya! Jangan pegang sembarangan! Jangan salaman tangan! Isolasi diri dirumah! Jangan liburan! Jangan mudik, dasar udikk! Yang contra bilang: ini konspirasi elite global soal perang dagang internasional! Ini uji coba senjata di China ini! Coba bayangin Indonesia lagi banyak masalah, ada KPK, RUU PKS, RUU Ketahanan Keluarga, RUU CILAKA dll, bisa-bisnaya pemerintah ini yah! saya punya tuhan, saya gatakut sama virus, virus kecil dimata tuhan (orang orang Fatalistik/Jabariyah biasanya begitu). Alih-alih demikian saya kira terlalu naif apabila kita kaitkan wabah ini dengan hal-hal yang negatif seperti konspirasi, dll. Terlepas dari kebenarannya seperti apa, tapi wabah tetaplah wabah, musibah tetaplah musibah. Sebagai makhluk beragama, sebaiknya kita sama-sama tawakkal, meminta pertolongan kepada Allah SWT agar masalah ini cepat terselesaikan. Amin

Beberapa minggu lalu, medsos dibuat viral oleh satu postingan di Instagram, dalam postingan tersebut terdengar seorang muadzin yang sedang mengumandangkan adzan sholat Jumat, namun ketika sampai pada lafadz "hayya alassholaah" menggantinya -yang artinya- "sholatlah kalian di rumah masing masing" (muadzin: menangis), seiringan dengan hal tersebut pada tanggal 16 maret 2020, Majelis Ulama INDONESIA (MUI) mengeluarkan fatwa nomor 14 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah Dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19 yang kemudian banyak disoroti masyarakat muslim Indonesia sebagai anjuran sholat wajib di Rumah termasuk ibadah Sholat Jum'at khususnya orang yang positif terkena virus dan orang yang terindentifikasi terpapar virus tersebut.

Covid-19: Takut Masuk Mesjid
Sukabumi, (20/03) - tepat pada pukul 10.30, bersenandung merdu murotal Qur'an khas milik Syeikh Mishari Alafasy di toa mesjid Al-Muhajirin, Kp Muara, Desa KebonManggu, Kecamatan GunungGuruh, Kabupaten Sukabumi, 10 KM jaraknya dari pusat kota Sukabumi (masih DISKOTIK: Disisi Kota Saetik/tidak jauh dari kota)
Pada pukul 11.05 saya bersiap-siap dan bergegas ke masjid untuk melaksanakan sholat jum'at. Seolah lupa ada fatwa MUI, saya dikejutkan dan kebingungan sendiri setelah teman saya bertanya "mau kemana?" dalam hati saya jawab "kan mau jumatan, gimana sih". "Sholat di rumah aja, kan instruksinya gitu dari MUI". lanjut temanku tadi. Masalahnya begini: beberapa waktu lalu, setelah adanya fatwa MUI yang beredar di grup-grup WhatsApp saya langsung baca dan itu sifatnya anjuran bukan larangan, lagipula ditempat saya ini kan belum ada yang terindentifikasi. Logikanya gini masyarakat sini pada sibuknya bertani, ngeladang, kerja di pasar dll. Tidak menafikan memang, segala kemungkinan pasti terjadi tapi presentase nya sangat kecil, di Sukabumi saja baru ada yang positif cuma 1 (walaupun ini juga jadi kekhawatiran sih, apalagi ada temen yang baru pulang dari Jepang. Jadi was-was). Intinya, pada saat itu saya menghiraukan teman saya dan memutuskan pergi ke masjid untuk memastikan "jumat kali ini libur apa enggak ya?"
Tetiba disana ternyata......
Jama'ah sudah banyak memenuhi area masjid. "Alhamdulillah...."

Singkat cerita, khatib berdiri di belakang mimbar mengucapkan salam, dan dijawab. Sebelum berkhutbah Jum'at, sang khatib yang juga merupakan seorang anggota DPRD Kabupaten Sukabumi itu menyampaikan informasi terkait Covid-19/Virus Corona, ciri ciri orang yang positif, dan cara pencegahannya kepada Jama'ah sholat Jumat. Setelah muadzin adzan, khotib mulai berkhutbah tentang Revolusi Industri 4.0, bahwasanya zaman semakin berubah terus mengalami transformasi, beringin dengan itu pula, hal-hal yang bersifat instan mendominasi metode dan alat-alat kuno, hal ini berpengaruh bukan hanya pada pelaksanaan -etos kerja sosial- taraf hidup manusia kuno/kolot yang serba tradisional tetapi juga berpengaruh pada pola fikir/mindset dan ideologi.

Transformasi ini berdampak pada taraf hidup masyarakat muslim yang terdoktrinisasi oleh kebudayaan dan ideologi barat yang berbahaya seperti sekulerisme, liberalisme, feminisme dll. Singkatnya, semakin zaman berubah, semakin bebas pula paham-paham (isme) yang bermunculan dan membahayakan ukhuwah islamiyah, kenapa? Karena semakin bebas berfikir, semakin mudah mendoktrin, semakin mudah mendokrin, semakin mudah orang terdoktrin dan berujung pada terkikisnya empati seorang muslim terhadap sesama muslim, kita lihat misalnya ada banyak sekali fenomena "pen-diskreditan islam" terjadi di banyak tempat, tetapi karena kurangnya empati, seolah islam tidak berdaya dihadapan orang kafir, dicaci, disiksa, didzolimi seakan bukan hal yang aneh dan (na'udzubillah semoga ini hanya persepsi) terasa begitu lumrah karena degradasi ukhuwah islamiyah yang secara gradual terus terjadi, terencana dan sistematis.

Pembahasan selanjutnya mengenai polemik Corona yang sudah mewabah ke seantero Indonesia. Ada yang mengatakan wabah ini adalah konspirasi, diamini ataupun tidak, rasa-rasanya terlalu naif jika kita katakan hal tersebut, tetapi apabila disetujui pula pembenarannya ini adalah konspirasi yang tidak terkontrol. Karena yang membuat konspirasi pun tidak dapat mengendalikan wabah ini sampai terjadi fenomena seperti sekarang ini. Wallahu a'lam....

Terakhir, khotib menyerukan kepada Jama'ah Sholat Jum'at untuk bertawakkal, meningkatkan kualitas takwa,  serta selalu bermunajat kepada Allah SWT. Mungkin ada baiknya juga kita kembali ke revolusi industri 0.1, artinya kembali kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Hadits) maksudnya agar jangan terlalu berleha-leha dan terus diam di zona nyaman kejumudan dan kekufuran, sebagaimana firman Allah SWT:
..... وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِين

..... Dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Q.S Al-Baqoroh:2/195)

Singkatnya, semua kegiatan sholat Jum'at terlaksana dengan baik dan lancar, tidak ada hambatan apapun. Masyarakat di daerah saya bukan masyarakat tradisional juga tidak terlalu modern (mungkin sedang tahap transisi) sehingga mengenai praktik peribadatan di tengah epidemi ini seolah masyarakat tidak resah/tidak menampakkan keresahannya. Mungkin karena mindsetnya: merasa mempunyai tubuh kuat, stamina terjaga, dan rajin berolahraga sehingga corona mana bisa masuk kedalam tubuh manusia luar biasa, hehe. Atau mungkin daerah saya sudah islami sehingga Corona mana berani menghampiri, karena takut sama ilahi, kalo maksa masuk bisa bisa islami juga corona nya. Yhaaaa:V

Akhir kata, saya ucapkan terima kasih.  Tetep santuy and stay cool. InsyaAllah semua masalah bisa diatasi, semoga indonesia kedepan selalu dilimpahi keberkahan dan terus mengalami kemajuan. Amin....

Terkait dengan tulisan ini, tidak riil semua dari khotib jumat, tetapi penulis alih bahaskan dan terjadi penambahan - pengurangan sehingga apabila ada diantara antum semua yang membaca dan ikut terlibat dalam prosesi sholat jumat di masjid yang sama, dan berbeda interpretasi saya berharap kemaklumannya karena yang saya cantumkan bukan semata dari khatib. Sekali mohon maaf apabila banyak kekurangan, kelebihan semata karena Allah SWT.
.
.
.
Ada yang kelewat gais, jadi setelah saya sholat Jum'at Berjama'ah (ditutup dengan doa bersama dan sholat sunnah rowatib) saya bergegas pulang karena lapar, makan, nulis artikel gajelas ini (tapi semoga dengan ketidak jelasannya bisa bermanfaat, amin) dan selesai pada pukul 16.00 WIB saya teringat akan satu hal: ada UTS Daring dikumpulkan paling telat pukul 17.00 atau 1.40 menit. Gokil kan?
Semua gara-gara Corona. Awowkawok

Oke, sekian, dan terima kasih!
.

.
.
.
Tertanda,
(penulis yg dituduh corona)
WS Triyana

Refleksi Kemerdekaan sebagai Poros Perubahan Pemuda Miklenial

Refleksi Kemerdekaan sebagai Poros Perubahan Pemuda Miklenial

Nama   : Wandi Sugih Triyana

NIM    : 2221170023

Prodi   : Pendidikan Luar Sekolah

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa



Refleksi Kemerdekaan Sebagai Poros Perubahan Pemuda Millenial



Kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan" pembukaan UUD 1945, Alinea ke-4

Kemerdekaan mempunyai makna penting terhadap kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945 alinea ke-4. Kemerdekaan adalah hak segala bangsa, hak semua orang terhadap segala jenis penjajahan, perbudakan serta bentuk bentuk pelanggaran hak asasi lainnya.

Secara historis, pejuang Indonesia baik pemuda, maupun golongan tua dalam memperoleh kemerdekaan, mengorbankan kebebasan pribadinya untuk memperoleh kemerdekaan. Perang fisik, cucuran darah, keringat dan air mata.

Dewasa ini, diera millenial ini, seharus pemuda merefleksikan perjuangan pemuda era dulu dalam memperoleh kemerdekaan dengan menjadi garda terdepan dalam membangun peradaban bangsa Indonesia dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ia kuasai, kreatifitas tinggi serta mempunyai inovasi yang dapat membangun peradaban baru Indonesia kearah yang lebih baik. Sangat penting bagi pemuda millenial memaknai kemerdekaan Indonesia, sebagai bahan refleksi, pemuda dapat terus mengobarkan semangat nasionalisme dan patriotisme, selalu positif dalam mengembangkan minat dan bakat, serta mendedikasikan kemampuan nya terhadap pembangunan peradaban Indonesia.

·         Semangat Nasionalisme dan patriotisme

Pada dasarnya, semangat nasionalisme dan patriotisme merupakan kesadaran suatu warga negara akan pentingnya ketunggalan bangsa (nation state). Konsep tersebut bersifat idiologis dan disosialisasikan kepada setiap anggota (warga) negara. Nasionalisme dan wawasan kebangsaan mengikat warga negara dalam beberapa hal, yakni (a) memiliki kesadaran sebagai satu bangsa, yang dapat memperkuat rasa kebangsaan, persatuan dan kesatuan, (b) jiwa, semangat, dan nilai-nilai patriotik, yang berkaitan dengan perasaan cinta tanah air, cinta kepada tanah tumpah darah, cinta kepada negara dan bangsa, cinta kepada milik budaya bangsa sendiri, kerelaan untuk membela tanah airnya, (c) jiwa, semangat dan nilai-nilai kreatif dan inovatif, dan (d) jiwa, semangat, dan nilai-nilai yang mampu membentuk kepribadian, watak dan budi luhur bangsa.

Sementara patriotisme adalah rasa identitas dan realistis. Kita harus melihat, menerima, dan mengembangkan watak dan kepribadian bangsa. Dengan melihat bangsa sendiri, kita harus menerima apa adanya dengan kelebihan dan kekurangannya, menerima dengan lapang. Kelebihannya dapat kita jadikan kekuatan, dan apa yang menjadi kekurangan dapat kita lihat sebagai daya yang dapat merusak diri sendiri sehingga perlu diperhatikan. Dengan melihat dan menerimanya diharapkan kita dapat memiliki sikap rela berkorban tersebut.

·         Positif Mengembangkan Minat dan Bakat

Dalam kenyatannya, bakat atau nature sering diartikan sebagai talenta, yakni kemampuan tertentu yang unik, kecakapan, gift (anugerah) yang dimiliki seseorang. Pengertian ini mengalami perkembangan signifikan dengan munculnya pengertian menurut Gallup (2001) bahwa bakat merupakan pola pikir, perasaan dan perilaku yang berulang-ulang dan dapat meningkatkan produktivitas. Berdasarkan pengertian tersebut, maka bakat itu tidak hanya menyangkut kecakapan tertentu, tetapi juga berkaitan dengan adanya peran untuk mengembangkan. Dalam hal ini, minat menjadi faktor penting yang berfungsi sebagai nurture yang akan membantu pengembangan bakat tersebut. Minat merupakan suatu pemusatan perhatian secara tidak sengaja yang terlahir dengan penuh kemauan, rasa ketertarikan, keinginan, dan kesenangan. Ciri umum minat ialah adanya perhatian yang besar, memiliki harapan yang tinggi, berorientasi pada keberhasilan, mempunyai kebangggaan, kesediaan untuk berusaha dan mempunyai pertimbangan yang positif. Minat dapat dikatakan sebagai dorongan kuat bagi seseorang untuk melakukan segala sesuatu dalam mewujudkan pencapaian tujuan dan cita-cita yang menjadi keinginannya.

Bentuk pengabdian masyarakat juga variatif, tak selalu terpaku pada bakti sosial kilat dengan sembako seadanya seperti yang dilakukan partai-partai politik menjelang pemilu. Menyelenggarakan pendidikan gratis atau memberdayakan sumber daya manusia suatu daerah, bahkan membeli produk lokal juga merupakan salah satu bentuk pengabdian masyarakat. Suatu gerakan pemberdayaan masyarakat apapun bentuknya adalah bagian dari pengabdian masyarakat. Banyak contoh pengabdian masyarakat yang muncul dewasa ini dan mayoritas digagas oleh kaum intelek muda seperti Indonesia Mengajar, Indo Historia, atau LSM-LSM non-profit dan NGO.



Dengan membentuk masyarakat yang maju maka secara tak langsung akan terbentuk pula sebuah peradaban yang maju karena sebuah peradaban berawal dari kumpulan masyarakat yang saling mempengaruhi dan melengkapi. Seandainya ada satu saja masyarakat yang baik maka kebaikannya akan menular pada masyarakat yang lain dan sampai akhirnya seluruh masyarakat akan baik juga dari sebuah komunitas kecil kemudian tumbuh menjadi komunitas yang besar hingga masyarakat yang besar.



Untuk hal itulah mahasiswa ada,  mereka harus menjadi pemicu terbentuknya peradaban yang maju dengan pengabdian melalui pemberdayaan masyarakat sebagai awalannya karena pengabdian merupakan salah satu Tri Dharma perguruan tinggi dan sudah merupakan kewajiban bagi kaum akademik untuk memenuhinya. Selain itu, tuntutan akal dan etika juga akan membuat mahasiswa sadar akan kewajibannya sebagai seorang intelek.





Dari segala sektor yang menunjang pembangunan Indonesia, sektor utama bagi penulis adalah pendidikan. Sebab Aset terbesar dari suatu negara bukanlah sumber daya alamnya, melainkan sumber daya manusianya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kemerdekaan yang sesungguhnya, diperlukan perbaikan kualitas sumber daya manusia Indonesia, terutama dalam hal pendidikan.

Oleh karenanya, peningkatan mutu pendidikan, pemerataan fasilitas serta kesempatan pendidikan. Untuk mewujudkan perihal tersebut, harus diperlukan peran dari berbagai pihak. Baik pemerintah, masyarakat serta pemuda/mahasiswa.

Langkah konkret yang saya ambil dalam rangka refleksi 74 tahun indonesia merdeka, sejauh ini bersama salah satu organisasi mahasiswa non profit, telah mendirikan sebuah Taman Baca Masyarakat, memfasilitasi pendidikan nonformal /masyarakat untuk memperoleh pendidikan selain dari pendidikan formal yang belum mempunyai media pembelajaran yang maksimal.

Idealnya, nasionalisme terbentuk  dari interaksi antar elemen di dalam suatu bangsa dan tanggapan bangsa itu terhadap lingkungan, sejarah, dan cita-citanya. Substansi nasionalisme Indonesia  memiliki dua unsur; Pertama, kesadaran mengenai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri dari suku, etnik, dan agama. Kedua, kesadaran bersama bangsa Indonesia dalam

menghapuskan segala bentuk pensubordinasian, penjajahan, dan penindasan dari bumi Indonesia. b. Pendidikan adalah win win solution untuk menjaga nasionalisme bangsa c. Generasi muda pada hakikatnya, adalah generasi pemula yang perlu mendapat bimbingan dan arahan oleh generasi sebelumnya. Jika pemimpin Indonesia tidak mampu memberikan tauladan kebaikan, maka berdampak hilangnya semangat nasionalisme. Untuk itulah perlu adanya perbaikan moral pemimpin bangsa. Rakyat harus dicerdaskan dengan tidak lagi memilih sembarang pemimpin dan harus mau memilah media sebagai tambahan ilmu dan informasi.  d. Kampus-kampus Islam khususnya, perlu kembali membudayakan upacara bendera setiap hari senin. Aktifitas ini akan menjadi kebiasaan dan kebutuhan jika dijadikan prioritas untuk kembali menumbuhkan semangat nasionalisme.  e. Pemerintah harus mengupayakan, melahirkan generasi penerus bangsa yang berjiwa nasionalis, religius dan mampu mengembangkan teknologi. Generasi ini adalah generasi terbaik yang mampu membangun Indonesia. Semangat nasionalisme pemuda jika diimbangi.  






















DAFTAR PUSTAKA

Wilson Bangun.  Intisari Manajemen. (Bandung: Refika Aditama,  2008) hal 1 20 Soebagio Admodiwirio, Manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: PT Arda Dizya Jaya, 2000) hal 5

Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, (Jogjakarta: AR-Ruzz Media Groups, 2008)  hal 7

JURNAL  STUDI  PEMUDA • VOL. I  NO. 2  SEPTEMBER 2012, Hal: 89

Madjid, Nurcholish (1973) ‘Remaja, Keluarga, & Masyarakat di Kota Besar. Suatu Usaha Pendahuluan untuk Memahami Persoalan Sekitar ‘‘Generation Gap’’’, Prisma, vol. 2, no. 5, h. 45–51.

www.nasionalisme.com



https://www.niahidayati.net/mengembangkan-bakat-dan-minat.html, diakses pada tanggal 25 Agustus 2019, pukul 01.24 WIB

Kebangkitan Kartini

Kebangkitan Kartini

Kebangkitan Kartini


Nama: Wandi Sugih Triyana

NIM: 2221170023

Program Study: Pendidikan Luar Sekolah 17

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa




Tepat pada tanggal 2 Mei 1964, presiden Soekarno mengeluarkan keputusan presiden Republik Indonesia No. 108 Tahun 1964, yang menetapkan Kartini sebagai pahlawan kemerdekaan nasional sekaligus menetapkan hari lahir kartini, tanggal 21 April untuk diperingati sebagai hari besar nasional yang kemudian kina kenal dengan “hari kartini”.

Raden Adjeng Kartini, seorang tokoh inspirasif perempuan indonesia, dengan keberaniannya mampu membuktikan kepada dunia bahwa perempuan merupakan makhluk tuhan yang tangguh dan bermartabat. Dalam rangka memperingati hari kartini, biasanya ada upacara mengenang perjuangan perjuangan beliau, kemudian aksi mahasiswi turun kejalanan sampai dengan pentas seni bertajuk kartini untuk memeriahkan peringatan 21 April tersebut. Sejatinya, selain daripada acara seremonial, hari kartini seharusnya dimaknai dengan semangat patriotisme dan nasionalisme. Artinya harus ada transformasi afektif untuk lebih giat lagi dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melakukan hal yang mereka suka, mengerjakan hal yang mereka mau, mengejar mimpi sejauh mungkin untuk mencapi cita cita tanpa ada diskrimansi ataupun intervensi dari pihak manapun serta melakukan perubahan secara gradual kearah yang lebih baik lagi.

Pada zaman sebelum kemerdekaan, ada banyak tokoh wanita indonsia yang sangat inspiratif dan mempunyai andil besar terhadap kemerdekaan indonesia dan pengaruhnya masih terasa sampai saat ini. Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meutia, Martha Crhistina Tiahahu, yang rela mengorbankan harta dan jiwanyanya untuk indonesia. Kemudian kita mengenal juga Dewi Sartika dan R.A Kartini yang kemudian jadikan judul besar dalam tulisan ini yang menjadi ujung tonggak perjuangan hak hak wanita yang dipandang rendah kastanya pada saat itu.

Keadaan organisasi wanita ketika masa transisi dari pemerintahan Orde Lama ke masa pemerintahan Orde Baru mengalami kekacauan dan masih diwarnai dengan aksi pembersihan terhadap organisasi yang berpaham komunis. Pada bulan Oktober 1965 Kowani secara resmi mengeluarkan Gerwani dalam keanggotaan organisasi. Pembersihan terhadap paham komunis dalam organisasi wanita dilakukan melalui cara dikeluarkan dari anggota organisasi wanita. Masa transisi Orde Lama ke Orde Baru segala hal mengenai paham komunis dihancurkan termasuk organisasi Gerwani. Penghancuran Gerwani merupakan titik balik pergerakan kaum wanita dan organisasi wanita mulai memasuki masa pemerintahan Orde Baru.

Pada masa Orde Baru, pemerintah mengarahkan peranan kaum wanita untuk berpartisipasi dalam terlaksananya pembangunan di Indonesia. Pada masa itu pemerintah juga membuat kebijakan-kebijakan terhadap kaum wanita. Pemerintah telah mengatur peranan kaum wanita pada pelaksanaan pembangunan di dalam GBHN. Pemerintah Orde Baru juga menetapkan kebijakan bahwa kaum wanita diwajibkan untuk masuk dalam salah satu organisasi wanita, seperti istri PNS diwajibkan untuk masuk menjadi anggota Dharma Wanita. 

Masa pemerintahan Orde Baru mewajibkan kaum wanita untuk berperan dalam proses pembangunan nasional dan mensukseskan program pemerintah dalam pembangunan. Kewajiban yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru tidak terkecuali istri-istri dari pegawai Republik Indonesia, oleh karena itu dibentuklah sebuah organisasi Dharma Wanita.

Pada saat reformasi, ketika Indonesia krisis ekonomi pada tahun 1997, dan pada saat Soeharto terpilih kembali pada pemilu 1998, mahasiswa sebagai representatif masyarakat indonesia saat itu mengemukakan bentuk kekecewaannya langsung dengan melakukan demonstrasi untuk melengserkan Soeharto secara langsung. Peranan perempuan pada saat itupun cukup besar, dengan beraliansikan Gerakan Ibu Peduli yang juga langsung mengambil peranan untuk menjatuhkan rezim Soeharto dan melakukan reformasi.

Masih pada tahun 1998, pasca reformasi, sejumlah perempuan menuntut penyelesaian atas tragedi 12 – 14 Mei 1998 di Jakarta sebab pada tragedi tersebut banyak memakan korban jiwa dalam jumlah yang tidak sedikit, banyak perempuan perempuan gugur sedang banyak diantaranya yang tidak tahu apa apa. Kemudian dengan perjuan perempuan itu, Habibie sebagai presiden menggantikan Soekarno kala itu membentuk Komisi Nasional Perlindungan Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang kemudian sekarang giat dalam perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) lalu seiring dengan bertambahnya tupoksi akhirnya menjadi Komisi Nasional Perlindungan Kekerasan dan Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Pada tahun 2001, Rezim Megawati Soekarno Puteri mempertahankan Kemertian Pemberdayaan Perempuan dan mengupayakan Pengarusutamaan Gender melalui Inpres Nomor 9 tahun 2000 juga tetap dilakukannya. Lebih dari itu, Megawati juga sangat memperhatikan partisipasi perempuan dalam kehidupan publik dan politik strategis. Tuntutan kuota di kursi parlemen legislatif disetujui dalam UU Pemilu pasal 65.

Bagi penulis, pemimpin perempuan tidak ada bedanya dalam perspektif leadership sebab baik laki laki maupun perempuan punya kesempatan untuk melakukan perubahan yang signifikan, keduanya mampu mengembangkan kemampuan yang dimiliki serta mendedikasikannya untuk bangsa dan negara. Kualitas seorang pemimpin tidak dlihat dari jenis kelaminnya, tetapi dari integritasnya dalam memimpin serta amanah yang diberikan rakyat dapat dipertanggung jawabkan. Sudah banyak bukti sejarah yang otentik yang membuktikan bahwa perempuan bisa menjadi ujung tombak perubahan. Ada banyak sekali pahlawan pahlawan bangsa perempuan yang revolusioner dan jasanya dikenang hingga sekarang bahkan pada masa yang akan datang. Perempuan mempunyai andil besar terhadap perubahan dan kemajuan bangsa Indonesia.

Dalam buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”, oleh R.A. Kartini terjemahan Armin Pane yang berbunyi: “Alangkah besar bedanya bagi masyarakat Indonesia bila kaum perempuan baik-baik. Dan untuk keperluan perempuan itu sendiri, berharaplah kami dengan harapan yang sangat supaya disediakan pelajaran dan didikan karena inilah yang akan membawa bahagia baginya” (Sudiyo, 2004: 11-12).Dari isi karya R.A Kartini tersebut di atas telah menunjukkan wawasan, masa depan yang cerah bagi kaum wanita khususnya dan bagi bangsa Indonesia pada umumnya. Kartini memang banyak mengungkapkan tentang cita-cita perjuangan yang jauh ke depan, namun sangat disayangkan bahwa cita-cita R.A. Kartini belum banyak dikenal oleh masyarakat pada waktu itu.  Munculnya ide emansipasi wanita oleh Raden Ajeng Kartini membawa pengaruh besar dalam pergerakan kaum perempuan di Indonesia. RA Kartini yang merupakan pelopor dan pendobrak ketertindasan kaum perempuan mampu mengangkat martabar kaumnya dengan memajukan pendidikan untuk kaum perempuan itu sendiri. Perjuangan RA Kartini tersebut menumbuhkan semangat perjuangan terhadap kaum perempuan Indonesia untuk melawan tradisi yang sudah mengikat dan kuat tersebut. Akhirnya perjuangan kaum perempuan untuk keluar dari tradisi tersebut mampu dilakukan dengan cara meningkatkan mutu pendidikan untuk kaum perempuan. Perkembangan selanjutnya, muncullah pergerakan kaum perempuan di berbagai daerah dengan membentuk perkumpulan wanita dengan tujuan meningkatkan pendidikan untuk kaum perempuan. 

RA. Kartini yang telah berjuang mengangkat kaum perempuan dengan istilah Emansipasi Wanita melalui peningkatan dalam bidang pendidikan, telah mengalami kemajuan yang luar biasa dalam pergerakan kaum perempuan. Perkembangan tersebut tidak hanya dalam bidang pendidikan saja tetapi dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dengan dibuktikan adanya pergerakan kaum perempuan dalam bidang-bidang tersebut. Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin semua warga negara mempunyai hak dan kedudukan yang sama bagi pergerakan perempuan untuk memperbaiki nasib dan meningkatkan kedudukannya. Untuk itulah kaum perempuan selalu berupaya melakukan yang terbaik untuk kaumnya, tentunya dengan membentuk organisasi-organisasi wanita. Tuntutan-tuntutan organisasi tersebut akhirnya didengar oleh pemerintah. Kepedulian pemerintah terhadap tuntutan pergerakan wanita dibuktikan dengan disediakannya jabatan menter muda urusan Peranan Wanita pada tahun 1978; yang kemudian ditingkatkan menjadi Menteri Negara Urusan Peranan Wanita. Dalam GBHN tahun 1978 menyatakan bahwa wanita mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria untuk ikut serta sepenuhnya dalam segala kegiata pembangunan. (Riant Nugroho, 2008: 133).  Sekarang ini Kementriannya disebut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Salah satu program dunia pada akhir 2015, tepatnya pada tanggal 25 sampai 27 September 2015 terjadi pertemuan akbar di markas PBB yang dihadiri 193 negara untuk merumuskan dan memecahkan permasalahan permasalah yang menghambat pembangunan di Indonesia yang kemudia disepakati bersama sebuah platform “Sustainable Depelopment Goals yang disingkat menjadi SDGs.

Ada 8 point penting SDGs antara lain:

1.      Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan

2.      Mencapai pendidikan dasar untuk semua

3.      Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan

4.      Menurunkan angka kematian anak

5.      Meningkatkan kesehatan ibu

6.      Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya

7.      Memastikan kelestarian hidup

8.      Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

Untuk mencapi visi visi tersebut, pemerintah Indonesia mempunyai jangka waktu 15 tahun agar dapat terealisasikan. Waktu yang singkat untuk untuk mencapai cita cita bersama tersebut. Oleh karenanya, bukan hanya tugas pemerintah saja yang harus merealisasikannya. Tetapi juga harus ada kesinergisan dengan peran masyarakat, serta kita sebagai mahasiswa harus mengambil peran untuk perubahan, untuk mencapai program Sustainable Depelopment Gols itu agar dapat bersaing dengan dunia luar. Misalnya dalam konteks kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, harus mampu membuat indonesia berdaulat dalam demokrasi. Perempuan sudah sepatutnya memiliiki hak yang sama dalam pembangunan, tidak adalagi tembok pemisah antara peranan laki laki dan perempuan dalam pembangnan dan pengabdian untuk memajukan bangsa dan negara.

Bagi penulis, Indonesia sudah sangat demokratis dalam konteks kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Bisa kita lihat dilingkungan kita, dimana peran perempuan sangat besar dalam perubahan, banyak tokoh perempuan yang menginspirasi, banyak perempuan yang menjadi pemimpin, banyak pula yang mempunyai profesi yang setara dengan laki laki serta dapat melakukan hal hal yang sudah dicita citakannya.

R.A Kartini serta tokoh pahlawan perempuan lain sudah membuktikan bahwa perempuan bisa menjadi apa yang dia inginkan.



Sumber:

Mulyani, Eka. 2017. Kesetaraan Gender Dalam Tulisan RA Kartini Dalam Perspektif Pendidikan Islam. IAIN Purwokerto. Purwokerto. Skripsi Thesis

Saskia Wieringa, Kuntilanak Wangi: Organisasi-Organisasi Perempuan Indonesia Sesudah 1950. Jakarta: Kalyanamitra, 1998, hlm. 32

Amar, Syahrul. 2017. Perjuangan Gender Dalam Kajian Sejarah Wanita Indonesia Pada Abad Xix. Universitas Hamzanwadi. Proposal Skripsi

Armijn Pane. 2006. Habis Gelap Terbitlah Terang. Jakarta: Balai Pustaka

Riant Nugroho, Gerakan Perempuan di Indonesia: Gender dan Strategi Pengarus Utamanya di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, hlm. 88

Saskia Wieringa, Kuntilanak Wangi: Organisasi-Organisasi Perempuan Indonesia Sesudah 1950. Jakarta: Kalyanamitra, 1998, hlm. 32

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kartini diakses pada 3 April 2019 pukul 2:30 am


Http://www.Tokohindonesia.com/ensiklopedia/k/Kartini, Diakses 5 April 2019 pukul 3:11 am



https://researchgate.net diakses pada 5 April 2019 pukul 4:45 am




ANTITESIS

ANTITESIS

“ANTITESIS”

Oleh: WS Triyana



“Tidak ada suatu negara maju tanpa pendidikan yang benar” Yusuf Kalla

Setiap tanggal 2 mei di seantero nusantara, kita selalu merayakan Hari Pendidikan Nasional sebagai pengingat bahwa pendidikan adalah aset yang paling utama dalam kemajuan sebuah negara. Tapi apakah momentum ini sekarang hanya sebatas pemeriah update-an status kita saja di sosial media? Atau justru menjadi jam beker peringatan sungguh ironis kondisi pendidikan yang seharusnya sangat mencerahkan, justru menjadi kian puruk lebih dalam.

Miskonsepsi pendidikan diera sekarang sangat rentan terjadi disemua kalangan baik tatanan birokrasi pemerintah dengan mahasiswa, media massa dengan masyarakat, bahkan guru dengan murid. Sejatinya, pendidikan masa kini dengan kebebasan berekspresi serta akses tanpa batas seharusnya mampu “membumi hanguskan” kebodohan maupun ketertinggalan namun seperti halnya kerbau, apabila tidak dicambuk oleh petani dia tidak akan jalan. Seperti itulah kiranya kiasan bahtera pendidikan sampai masanya berlabuh Di Pendidikan yang benar, pendidikan yang dapat menciptakan manusia berad, berintegritas serta berbudi pekerti luhur. Pendidikan Di Indonesia mengalami evolusi yang sangat lambat sehingga harus terus di kritisi secara gradual dari berbagai sudut pandang.

Ada banyak sekali pembenenahan yang harus dilakukan untuk pendidikan kita. Keluh kesah mengenai praksis pendidikan yang kaku, tidak demokratis, dan tidak transparan terjadi pada semua instansi pendidikan, baik negeri maupun swasta, baik formal maupun nonformal. Hanya saja para guru yang mengajar dilembaga lembaga swasta cenderung menerima beban lebih berat karena tekanannya dobel: berasal dari pengurus yayasan maupun dari birokrasi pemerintah. Birokrasi pemerintah pun mengalami metamorfosa bersamaan dengan pelaksanaan otonomi daerah sejak awal 2001. Kekakuan dan kebekuan praksis pendidikan nasional itu sering mengundang reaksi dari kalangan internal, terutama para guru yang kritis. Meskipun demikian, kritik itu dianggap angin lalu saja, tidak mendapatkan respons yang positif, apalagi berdampak pada perubahan manajerial pendidikan.

Sikap aparat pemerintah yang kurang peka terhadap pendidikan masyarakat atau tidak mempunyai sense of crisis terlihat jelas dengan perilaku mereka yang mencerminkan ketidakpeduliannya terhadap pendidikan. Biaya hidup mewah, korupsi pejabat, Transparansi biaya pendidikan dan perilaku nepotisme dalam birokrasi pemerintahan membuat macet jalannya roda pendidikan. Sekolah yang rusak, guru diPHK, serta masyarakat yang tidak mampu membayar biaya pendidikan. Pemberian beasiswa juga masih tetap didasarkan pada kemampuan akademis, bukan pada kemampuan sosial ekonomi murid. Akibatnya, beasiswa hanya diterima oleh mereka yang secara finansial sebetulnya sudah tidak mengalami kesulitan lagi. Sedikit orang miskin yang memiliki kemampuan akademis cukup baik sehingga memperoleh beasiswa. Mayoritas orang miskin adalah bodoh, karena itu sulit memperoleh beasiswa. Orang awam semula berharap bahwa reformasi sampai pada tingkat memfasilitasi mereka agar bisa turut memperoleh beasiswa guna meringankan biaya sekolah.

LALU DIMANA ANAK MISKIN DAN BODOH MENGAMPU PENDIDIKAN???





Sumber:

Darmaningtyas. 2005. Pendidikan Rusak Rusakan. LkiS Yogyakarta. Yogyakarta

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Dengan Efektivitas dan Kondusivitas Pembelajaran Serta Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Dengan Efektivitas dan Kondusivitas Pembelajaran Serta Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik

Hubungan Pergaulan Teman Sebaya Dengan Efektivitas dan Kondusivitas Pembelajaran Serta Pengaruhnya Terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik.
Oleh: Wandi Sugih Triyana
NIM: 2221170023
ABSTRAK

Interaksi educatif merupakan suatu kebutuhan yang mendasar bagi peserta didik sebagai makhluk sosial kemasyarakatan. Interaksi inilah yang kemudian membuat peserta didik mudah bergaul dengan teman sebayanya dalam koridor pembelajaran, meskipun dalam pelaksanaannya banyak variabel yang tidak sesuai dengan harapan harapan yang dicanangkan sebagai tujuan pembelajaran. Hal ini disebabkan karena kurangnya filterisasi peserta didik dalam memilah serta memilih pergaulan teman sebaya. Berdasarkan hasil penelitian oleh Zuhaira Kusuma bahwa ada pengaruh motivasi belajar dan kedisiplinan belajar terhadap prestasi belajar (89,5%). Motivasi belajar berpengaruh terhadap prestasi belajar mata pelajaran akuntansi (62,09%). Disiplin belajar berpengaruh terhadap prestasi belajar mata pelajaran akuntansi (48,58%).

Relations Association Peers With the Effectiveness of the Learning Condusivitness And its Effects on the Learning Achievements of Students.
By: Wandi Sugih Triyana
NIM: 2221170023
ABSTRACT
Educatif interaction is a fundamental requirement for learners as social beings. This interaction then make learners easy to get along with peers in the learning corridor, though in practice many variables that do not correspond to the expectations the expectations defined as learning objectives. This is because of the lack of students in the filter to sort and select Association peers. Based on the results of research by Kusuma Zuhaira that there is influence the motivation to learn and learning discipline against the learning achievements (89.5%). The motivation of learning effect on the achievements of learning subjects (accounting for 62.09%). The discipline of learning effect on the achievements of learning subjects accounting (48.58%).







PENDAHULUAN

Pendidikan normalnya berkonsentrasi terhadap pengembangan kompetensi peserta didik sebab peserta didik adalah fokus utama dalam tujuan pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, melahirkan warga negara yang berintegritas, berwawasan tinggi, berkarakter, serta akhlakul karimah. Oleh karena itu pendidikan seyogyanya mampu memberikan penunjang pembelajaran yang terbaik agar supaya terciptanya suasana pembelajaran yang aktif, kondusif, dan substantif.

Dalam pelaksanaannya, penddikan Di Indonesia belumlah benar benar berjalan dengan baik sesuai koridor utama pembentukan kurikulum dan bahan ajar lainnya. Hal ini dikarenakan oleh aspek aspek pendukung pembelajaran yang belum terpenuhi seperti fasilitas belajar, design pembelajaran, kompetensi guru, suasana kelas, dan lain sebagainya.

Guru merupakan kurikulum yang sesungguhnya. Kualitas guru merupakan faktor paling dominan yang mempengaruhi kualitas pendidikan setelah motivasi yang dia bangun kepasa peserta didik. Ekosistem dan tuntutan pendidikan yang dinamis mengikuti perkembangan zaman, mengharuskan perubahan design pembelajaran dan praktik pemelajaran yang lebih kreatif dan inovatif. Pembelajaran haruslah menyenangkan, menggairahkan dan mencerahkan. Pergaulan diluar juga merupakan faktor penting sebab motivasi eksternal murid terbangun cukup kuat didalam pergaulan diluar kelas. Sekolah bukan lagi tempat penyeragaman namun tempat menumbuhkembangkan keragaman potensi peserta didik, kegemarannya, cita cita, bahkan keyakinan pada diri setiap individu peserta didik. Dan hal tersebut seharusnya menjadi sumber utama kreatifitas dan inovasi dalam penentuan tujuan pembelajaran yang solutif.

Sekolah adalah suatu lembaga ataupun tempat untuk belajar, membaca, menulis, bahkan bermain. Sekolah merupakan bagian integral dari suatu masyarakat yang berhadapan dengan realitas sebenarnya yang terdapat dalam suatu masyarakat pada masa sekarang. Sekolah juga merupakan lingkungan kedua setelah rumah untuk peserta didik melatih kepribadiannya, soft skill maupun hard skill nya. Kognitif, afektik bahkan psikomotorik peserta didik. Jadi, sekolah sebagai suatu sistem sosial merupakan sekumpulan elemen kegiatan yang berinteraksi dan membentuk satu kesatuan sosial yang ada dilingkungan sekolah yang kemudian pada akhirnya membentuk sesuatu yang bermanfaat khususnya bagi masyarakat sekitar, umunya bagi nusa bangsa dan agama. Dalam hal ini adalah orang orang terdidik. Oleh karena itulah sekolah dituntut agar mampu menciptakan suasana yang harmonis, kondusif serta memberkan sensasi kenyamanan dalam proses pembelajaran dan dinamika dalam sekolah itu sendiri. Disamping itu sekolah juga dituntut agar bertanggung jawab secara penuh terhadap perkembangan peserta didik dan peningkatan mutu pendidikan khususnya dilingkungan sekolah itu berada dengan memanfaatkan komponen komponen sekolah yang maksmal dalam kehidupan bermasyarkat secara nyata disekitarnya.

Pesrta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal, pendidikan informal maupun pendidikan nonformal, pada jenis dan jenjang pendidikan tertentu. Peserta didik merupakan komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Masing masing peseta didik sebagai individu juga subjek belajar memiliki karakteristik ataupun ciri ciri tersendiri. Kondisi atau keadaan yang terdapat pada mamsing masing siswa dapat mempengaruhi bagaimana proses belajar peserta didik tersebut. Dengan kondisi peserta didik yang mendukung maka pembelajaran dapat dilakukan dengan lebih baik, sebaliknya pula apabila karakteristik peserta didik yang lemah maka dapat menjadi hambatan dalam proses belajar mengajar. Keadaan peserta didik bukan hanya berpengaruh terhadap bagaimana belajar masing masing individu peserta didik, bagi penulis hal itu juga dapat mempengaruhi proses belajar masing masing peserta didik dan mempengaruhi proses pembelajaran secara komprehensif bahkan peserta didik yang lain.

Maka dari itu kondisifitas pembelajaran harus dibangun oleh semua elemen sekolah agar pengaruh yang dihasilkan pula berdampak positif bagi keberlangsungan kegiatan pembelajaran. Jika pengaruhnya positif, maka akan memberikan dampak yang baik bagi proses pembelajaran, namun tentu saja apabila dampaknya negatif maka akan terdapat karakterstik atau keadaan dari siswa yang kurang baik serta berpengaruh buruk terhadap proses pembelajaran. Pada akhirnya, guru yang menjadi sentral bagi pembelajaran, diharuskan mengetahui dan mengenal karakteristik peseeta didik bahkan latar belakang pergaulannya atau keadaan yang sebenarnya terjadi pada masing masing peserta didik.

Selain daripada faktor faktor diatas yang sudah penulis tulis, faktor lain yang mempengaruhi pengembaangan potensi dan prestasi peserta didik adalah pergaulannya dengan teman seoermainan. Pergaulan teman sepermainan dapat dikatakan mempunyai peranan yang sangat penting sebab peserta didik cenderung lebih dekat dengan temannya dibandingkan dengan keluaga apalagi dengan tenaga pendidik. Hanya saja peserta didik pada umumnya belum mampu memfilter pergaulan, belum mampu secara sadar memilah dan memilih dengan siapa dia bergaul.

Pada anak usia sekolahan pada umumnya pasti ada dorongan untuk bergaul dengan orang lain. Hal tersebut sudah menjadi kebutuhan psikologis peserta didik. Oleh karenanya apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, anak tidak akan merasa bahagia karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang pastinya membutuhkan bantuan orang lain yang tidak dapat hidup sendiri, perlu sekali anak didik berinteraksi dengan orang lain supaya terjaganya emosional yang positif bagi keberlangsungan kegiatan pembelajaran yang ada disekolah.

KAJIAN LITERATUR

Pergaulan adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan segala hal yang berhubungan dengan orang lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996:296) menerangkan bahwa kata pergaulan berasal dari ‘gaul’ yang berarti hal bergaul, sedangkan kata pergaulan memiliki arti: ’hal bergaul‘ atau ‘kehidupan bermasyarakat’.

Pusat Bahasa (2008: 421), menjabarkan “gaul atau bergaul berarti hidup berteman, sedangkan pergaulan merupakan perihal bergaul yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat”. Pergaulan merupakan suatu interaksi yang terjadi antara individu dengan individu atau individu dengan kelompok. Bergaul pada hakekatnya merupakan suatu kebutuhan dasar manusia dimana terdapat keinginan dan dorongan untuk menjalin interaksi dengan orang lain. Keinginan bergaul yang terjadi pada remaja atau anak-anak dimaksudkan untuk mendapatkan perkembangan sosial yang seimbang pada diri mereka. Perkembangan kehidupan sosial remaja juga ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan mereka. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berhubungan atau bergaul dengan teman sebaya mereka (Desmita, 2005: 219).

Menurut Abdullah Idi (2011: 83), pergaulan adalah “kontak langsung antara individu yang satu dengan individu yang lain”.

Menurut Sudarwan Danim (2010: 139), tentang teman sebaya Teman sebaya berpengaruh penting dalam perkembangan pikiran, perasaan, dan aspirasi anak sepanjang hidupnya. Pergaulan teman sebaya menawarkan kepada anak-anak dan orang dewasa kesempatan yang sama untuk mengembangkan berbagai keterampilan sosial, seperti kepemimpinan, berbagai kerjasama tim, dan empati. Selanjutnya, anak yang telah masuk ke lingkungan sekolah akan memiliki pengalamanpengalaman baru, dimana mereka akan mengenal para guru, teman sebaya, orang dewasa lain, tugas-tugas sekolah dan lingkungan fisik yang berbeda dengan rumah. Pendapat ini menekankan bahwa pergaulan dengan teman sebaya berpengaruh terhadap perkembangan seseorang sejak anakanak hingga tumbuh menjadi dewasa sebagai salah satu cara untuk membentuk jati dirinya. Teman sebaya bisa dikatakan sebagai pengganti keluarga ketika seorang anak sedang berada di luar rumah.

Pendapat lain dikemukakan oleh Slavin, Robert E (2008: 98) bahwa, “teman sebaya merupakan orang yang mempunyai kesamaan dalam usia dan status”. Dengan kesamaan tersebut biasanya seseorang merasa sependapat dan selevel dengan pemikiran dirinya. Dengan demikian, seseorang yang selevel dalam segi usia dan status dengan dirinya tingkat kesesuaiannya lebih tinggi dari pada dengan orang yang tidak seusia. Sedangkan menurut Newcomb & Bagwell dalam Slavin, Robert E (2008: 98), bahwa: Hubungan dengan teman sebaya selama masa-masa pra sekolah, teman sebaya (anak-anak yang lain mempunyai usia yang sama) mulai memainkan peran yang makin penting dalam perkembangan sosial dan kognitif anak-anak. Tidak mengherankan bahwa pergaulan teman sebaya sangat berpengaruh terhadap perkembangan jiwa anak usia sekolah. Anak-anak pada usia sekolah akan memiliki kecenderungan pada pembentukan kelompok sendiri yang berbeda dengan usia dewasa. Pembentukan tersebut lebih didasarkan pada kepemilikan harapan-harapan, kultur, dan kepentingan sendiri yang berbeda dari apa yang dimiliki oleh usia dewasa, khususnya orang tua. Kelompok pergaulan teman sebaya merupakan lingkungan kedua setelah keluarga yang berpengaruh bagi kehidupan anak. Kuatnya pengaruh teman sebaya mengakibatkan melemahnya ikatan anak dengan orang tua, sekolah, dan masyarakat yang lain. Seperti yang dipaparkan Selman & Selman dalam Sarlito W. Sarwo (2012:

161), bahwa: Pada usia 9-15 tahun hubungan perkawanan merupakan hubungan yang akrab yang diikat oleh minat yang sama, kepentingan bersama, dan saling membagi perasaan, saling tolong menolong untuk memecahkan masalah bersama. Pada  usia yang lebih tinggi, 12 tahun ke atas, ikatan emosi bertambah kuat dan mereka makin saling membutuhkan, akan tetapi mereka juga saling memberi kesempatan untuk mengembangkan kepribadiannya masing-masing.

Menurut Ki Hajar Dewantara lingkungan pergaulan dibagi menjadi tiga yang lebih dikenal dengan tripusat pendidikan, yaitu:

1.       Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga merupakan miniatur dari masyarakat dan kehidupannya sehingga pengenalan anggota keluarga sedikit banyaknya pasti akan memberikan warna pada pandangan anak dan kehidupan sosial bermasyarakat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam lingkungan keluarga antara lain: status sosial ekonomi, suasana belajar, pola asuh orang tua, dan dukungan orang tua.

2.       Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan tempat dimana anak melakukan kegiatan belajar secara arah dan terprogram dengan baik. Pergaulan sekolah berati segala kegiatan antara guru dengan siswa yang meliputi kegiatan pembelajaran, interaksi sosial serta komunikasi personal antar warga sekolah. Sehingga lingkungan pergaulan sekolah adalah lingkungan di mana guru dan siswa melakukan kegiatan belajar mengajar serta interaksi sosial dan komunikasi personal antar warga sekolah.

3.       Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan yang berada di sekitar siswa yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan siswa termasuk mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar. Lingkungan masyarakat yang dapat mempengaruhi antar lain: pola hidup masyarakat, teman bergaul,dan media massa.



Lingkungan belajar ialah segala sesuatu yang terdapat di tempat belajar Hutabarat (1986). Sedangkan Nasution (1993), membagi lingkungan belajar menjadi dua yaitu lingkungan alami dan lingkungan sosial. Lingkungan alami seperti keadaan suhu, kelembaban udara, sedangkan lingkungan sosial dapat berwujud manusia dan representatifnya maupun berwujud hal-hal lain. Prestasi belajar itu salah satunya dipengaruhi oleh lingkungan belajar. Menurut Dunn dan Dunn (dalam Mudhofir, 1999) kondisi belajar dapat mempengaruhi konsentrasi, pencerapan, dan penerimaan informasi. Senada dengan hal di atas Rachman (1998/1999) menyatakan lingkungan fisik tembat belajar mempunyai pengaruh penting terhadap hasil pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa lingkungan belajar berpengaruh terhadap hasil belajar.

Indra Djati Sidi (2005:148–150), menegaskan dalam menata lingkungan belajar di kelas yang menarik minat dan menunjang peserta didik dalam pembelajaran erat kaitannya dengan keadaan lingkungan fisik kelas, pengaturan ruangan, pengelolaan peserta didik dan pemanfaatan sumber belajar, pajangan kelas, dan lain sebagainya.”



Indra Djati Sidi (1996) dalam Cope (No. 02 tahun VI Desember 2002 : 36), menegaskan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, setiap pembelajar harus dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, suasana interaksi pembelajaran yang hidup, mengembangkan media yang sesuai, memanfaatkan sumber belajar yang sesuai, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi dalam proses pembelajaran, dan lingkungan belajar di kelas yang kondusif. Agar pembelajaran benar-benar kondusif maka pembelajar mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan kondisi pembelajaran tersebut. Di antara yang dapat diciptakan pembelajar untuk kondisi tersebut adalah penciptaan lingkungan belajar. Lingkungan belajar menurut Muhammad Saroni (2006:82-84), adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Lingkungan ini mencakup dua hal utama, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial, kedua aspek lingkungan tersebut dalam proses pembelajaran haruslah saling mendukung, sehingga peserta didik merasa kerasan di sekolah dan mau mengikuti proses pembelajaran secara sadar dan bukan karena tekanan ataupun keterpaksaan.



Menurut Ormrod (2006) untuk menciptakan peserta didik belajar maka perlu diciptakan lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan yang nyaman sehingga anak terdorong untuk belajar peserta didik berprestasi serta membangun pengetahuannya sendiri. Ada beberapa karakteristik lingkungan sekolah yang nyaman sebagai tempat belajar (Burstyn & Stevens dalam Ormrod, 2006), yaitu:

·         Sekolah mempunyai komitmen untuk mendukung semua usaha peserta didik agar sukses baik dalam bidang akademik maupun sosial.

·         Adanya kurikulum yang menantang dan terarah.

·         Adanya perhatian dan kepercayaan peserta didik serta orang tua terhadap sekolah.

·         Adanya ketulusan dan keadilan bagi semua peserta didik, baik untuk peserta didik dengan latar belakang keluarga yang berbeda, beda ras maupun etnik.

·         Adanya kebijakan dan peraturan sekolah yang jelas. Misalnya panduan perilaku yang baik, konsekuensi yang konsisten, penjelasan yang jelas, kesempatan menjalin interaksi sosial serta kemampuan menyelesaikan masalah.

·         Adanya partisipasi peserta didik dalam pembuatan kebijakan sekolah.

·         Adanya mekanisme tertentu sehingga peserta didik dapat menyampaikan pendapatnya Secara terbuka tanpa rasa takut.

·         Mempunyai tujuan untuk meningkatkan perilaku prososial seperti berbagi informasi, Membantu dan bekerja sama.

·         Membangun kerja sama dengan komunitas keluarga dan masyarakat.

·         Mengadakan kegiatan untuk mendiskusikan isu-isu menarik dan spesial yang berkaitan dengan peserta didik.



Slameto (2010:73) mengemukakan bahwa cara  belajar yang buruk merupakan penyebab masih cukup banyaknya siswa yang sebenarnya pandai tetapi hanya meraih prestasi yang tidak lebih baik dari siswa yang sebenarnya kurang pandai tetapi  mampu meraih prestasi yang tinggi karena mempunyai cara belajar yang baik. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar mengajar adalah lingkungan keluarga (Slameto, 2010:60). Lingkungan keluarga merupakan pengaruh pertama dan utama bagi kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan seseorang. Faktor lingkungan keluarga pernah diteliti secara parsial, Khafid dan Suroso (2007) dalam jurnal penelitiannya menyatakan lingkungan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan Sejatiningtyas (2009)  yang  menyimpulkan  ada  pengaruh  lingkungan keluarga terhadap prestasi belajar siswa. Sugihartono dkk (2013: 76), menyebutkan terdapat 2 faktor  yang mempengaruhi belajar, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1) Faktor internal adalah faktor yang ada di dalam individu. Faktor internal meliputi faktor jasmaniah dan faktor psikologi. Faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh, sedangkan faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kelelahan. 2) Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor eksternal yang berpengaruh dalam belajar meliputi faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.



PEMBAHASAN



Homo homonilupus atau manusia adalah teman bagi manusia lainnya merupakan istilah yang diutarakan oleh seorang filsuf berlatar belakang ekonomi, Adam Smith yang kemudian dapat kita alih bahasakan sebagai representasi dan dalih  dalam perjalanan kehidupan kita sebagai makhluk sosial untuk pergaulan. Baik buruk, suka duka, tawa dan tangis, menjadikan warna ntuk segala kehidupan pembelajaran kita sebagai makhuk educatif. Pergaulan merupakan kebutuhan setiap individu kususnya peserta didik. Sebab motivasi terbesar dalam pembelajaran ada pada lingkungan tempat bermain.



Didalam kehidupan sosial, seseorang dituntut untuk melakukan interaksi dengan pergaulannya dengan berbagai pihak. Contohnya peserta didik saat berada didalam lingkungan keluarga, dia berinteraksi dengan ibu, ayah, adik, dll. Berbeda dengan dia saat berada dalam lingkungan sekolah, orang yang dijumpainya merupakan teman sebya yang sama sama berstatus pelajar dan guru. Saat berada dalam lingkungan pergaulan, seorang peserta didik akan mendapatkan hal hal baru yang seelumnya belum dia keahui sebab dalam bergaul peserta didik akan sama sama dengan temannya sharring session dan bahkan sampai ke tahap transfer of knowladge. Sebab dalam proses interaksi dalam pergaulan, peserta didik masih mempertahankan enersi kuriositasnya sebab itu merupakan originalitas seorang pelajar.



Pergaulan dapat bernilai paedagogi (pergaulan yang bernilait pendidikan) dan bernilai non paedagogis (tidak bernilai pendidilan). Pergaulan yang tidak bernilai pendidikan juga sebenarnya tidak selalu memberikan dampak yang buruk bagi peserta didik, terkadang pergalan tersebut asalkan peserta didik mampu memfilterisasi pergaulan yang kurang baik bagu nya akan selalu bermanfaat bagi perkembangan  pemahaman peserta didik. Pergaulan tersebut terkadang disebut oleh penulis sebagi pergaulan demagogis atau pergaulan yang hanya akan membawa dampak buruk bagi seiap orang yang terlibat didalamnya.



Terkadang pergaulan juga dapat menimbulkan cita cita meskipun tidak selalu permnnen. Artinya, dalam pergaulan yang dihadapi peserta didik banyak sekali manfaatnya bahkan sampai ke cita cita sebab dalam pergaulan tersebut, timbul efek imitasi atau tindakan meniru terhadap apapun yang dia sukai atau digemari. Contohnya, seorang anak secara rutin melihat suoer hero ditelevisi, anak akan secara tidak langsung akan menstimulus pemikirannya merefleksi kegiatan pahlawan fiktif tersebut sehingga melakukan kegiatan yang sama dalam kegiatannya bergaul atau bermain. Hal tersebut tidak terlepas dari kodrat manusia sebagai makhluk yang gemar melakukan meniru terhadap sesuatu yang digemari.



Faktor pergaulan teman sebaya juga akan menentukan efektifitas dan kondusifitas dalam kegiatan pembelelajaran, teman yang baik akan membawa enersi kuriositas yang tinggi begitupun sebaliknya apabila temen sebaya dan pergaulannya kurang baik juga akan mempengaruhi motivasinya akan pentingnya belajar. Lebih jauh lagi peserta didik akan semakin terganggu psikologisnya hanya karena mempunyai masalah dengan pergaulan.



Ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar peserta didik yang kemudian penulis formulasikan sebagai bentuk fleksibilitas penyelesaian permasalahan yang menghambat proses belajar, suasana kelas, motivasi dan prestasi peserta didik. Diantara faktor tersebut adalah:

1.       Faktor Internal

Merupakan faktor yang dalam individu itu sendiri. Adanya dorongan untuk memotivasi diri sendiri serta hasrat kuriositas dan enersi intelektual peserta didik. Dalam hal berprestasi, faktor internal ini merpakan dorongan atau motivasi dalam diri peserta didik untuk berprestasi. Seperti fokus perhatian terhadap mata pelajaran rerkhusus mata pelajaran yang paling dminatii, menghalau semua masalah maslaah pribadi, menerima dan mengingat pembelajaran bahkan peserta didik harus mampu menerapkan hasil proses belajar tersebut, serta menggeneralisir persoalan persoalan lainnya yang menghambat motovasinya dalam belajar.

2.       Faktor Eksternal

Merupakan faktor yang berasal dari luar peserta didik. Seperti sarana pra sarana, tenaga pendidik, fasilitas sekolah, media pembelajara yang kurang kreatif dan invatif, faktor lingkungan. seperti lingkungan kelas, sekolah, keluarga dan masyarakat termasuk teman sebaya.



Pengaruh pergaulan teman sebaya dalam proses pembelajaran juga membuat siswa sulit untuk dokus belajar karena faktor masalah yang dihadapinya dengan teman sebaya tadi. Terkadang dalam kegiatan pembelajaran berlangsung peserta didik mengibrol dengan peserta didik lain yang mengjaknya ini justru akan menghambat efektifitas dan kondusifitas pembelajaran didalam kelas. Selain itu juga ada siswa yang membuat kelompok kelompok tertentu didalam satu kelas. Oleh karena itu pergaulan teman sebaya sangat berpengaruh dalan proses kegiatan pembelajaran khususnya efektifitas dan kondusifitas pembelajaran didalam kelas.



Disamping menghambat efektifitas dan kondusifitas kegitan pembelajaran, pergaulan juga mempengaruhi prestasi peserta didik. Hal ini jelas berpengaruh sebab pesesrta didik akan terhambat motivasinya untuk benar benar serius dalam belajar. Seperti yang sudah penulis sampaikan bahwa pergaulan yang baik akan membawa dampa yang baik terhadap minat belajar, motivasi belajar, bahkan prestasi peserta didik.



Dalam penelitian yang ditulis dalam dalam jurnal skripsi oleh saudari Retno Singga Dewi menunjukan bahwa lingkungan teman sebaya berpengaruh terhadapn hasil belajar siswa SMA Negeri Semarang sebesar 18%. Faktor lainnya tidak lain adalah motivasi belajar peserta didik menurun karena merosotnya efektivitas dan kondusifitas proses pembelajaran. Disamping itu, juga media pembelajaran yang kurang efektif dan kreatif. Kurang optimalnya motivasi siswa juga dapat dilihat dari peserta didik terkadang jarang mau bertanya kepada guru terkait pelajaran, peseta didik lebih terkait membicarakan hal lai seperti perkembangan media maya, issue issue yang sedang hangat dalam media publik serta membicarakan teman sebaya laiinya yang tidak tergabung dalam kelompoknya.



Peserta didik akan mendapatkan hasil belajar yang optimal atau berprestasi apabila dalam diri peserta didik itu sendiri mempunyai kemauan untuk berprestasi. Selain itu hasil belajar yang optimal akan terapai sesuai tujuan pembelajaran apabala faktor lain untuk mendorong peserta didik selalu bersemangat dalam belajar, yaitu faktor pergaulan teman sebaya yang mendukung.



SIMPULAN



Sekolah merupakan bagian integral dari suatu masyarakat yang berhadapan dengan realitas sebenarnya yang terdapat dalam suatu masyarakat pada masa sekarang. Sekolah juga merupakan lingkungan kedua setelah rumah untuk peserta didik melatih kepribadiannya, soft skill maupun hard skill nya. Kognitif, afektik bahkan psikomotorik peserta didik. Jadi, sekolah sebagai suatu sistem sosial merupakan sekumpulan elemen kegiatan yang berinteraksi dan membentuk satu kesatuan sosial yang ada dilingkungan sekolah yang kemudian pada akhirnya membentuk sesuatu yang bermanfaat khususnya bagi masyarakat sekitar, umunya bagi nusa bangsa dan agama. Dalam hal ini adalah orang orang terdidik. Oleh karena itulah sekolah dituntut agar mampu menciptakan suasana yang harmonis, kondusif serta memberkan sensasi kenyamanan dalam proses pembelajaran dan dinamika dalam sekolah itu sendiri.



Menurut Slameto (2010:73) mengemukakan bahwa cara  belajar yang buruk merupakan penyebab masih cukup banyaknya siswa yang sebenarnya pandai tetapi hanya meraih prestasi yang tidak lebih baik dari siswa yang sebenarnya kurang pandai tetapi  mampu meraih prestasi yang tinggi karena mempunyai cara belajar yang baik. Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar mengajar adalah lingkungan keluarga (Slameto, 2010:60). Lingkungan keluarga merupakan pengaruh pertama dan utama bagi kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangan seseorang. Faktor lingkungan keluarga pernah diteliti secara parsial, Khafid dan Suroso (2007) dalam jurnal penelitiannya menyatakan lingkungan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan Sejatiningtyas (2009)  yang  menyimpulkan  ada  pengaruh  lingkungan keluarga terhadap prestasi belajar siswa



Faktor pergaulan teman sebaya juga akan menentukan efektifitas dan kondusifitas dalam kegiatan pembelelajaran, teman yang baik akan membawa enersi kuriositas yang tinggi begitupun sebaliknya apabila temen sebaya dan pergaulannya kurang baik juga akan mempengaruhi motivasinya akan pentingnya belajar. Lebih jauh lagi peserta didik akan semakin terganggu psikologisnya hanya karena mempunyai masalah dengan pergaulan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar peserta didik yang kemudian penulis formulasikan sebagai bentuk fleksibilitas penyelesaian permasalahan yang menghambat proses belajar, suasana kelas, motivasi dan prestasi peserta didik.



DAFTAR RUJUKAN



Uno, Hamzah B. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara



Wisudo, Bambang, dkk. 2017. Mengajar Untuk Perubahan (Pedagogi Kritis di Ruang Kelas). Malang: Intrans Publishing



Dalyono, M. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta; jl jend Sudirman. Kav 36-A. Rineka Cipta



Johar, Rahmah dkk. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Banda Aceh



Slameto. 2015. Belajar dan Faktor Faktor yang Mempengaruhinya. Surabaya. Rineka Cipta





Johantoro. 2013. Pengaruh Efektifitas Belajar  Dan Kondusifitas Lingkungan Keluarga  Terhadap Prestasi Belajar Akuntansi   Siswa Kelas X Jurusan Akuntansi  Di Smk Pgri Batang Tahun Ajaran 2012/2013. Skripsi. Semarang. Universitas Negeri Semarang



Dina, Ariska S. 2017. Pengaruh Pergaulan Teman Sebaya dan Metode Mengajar Guru Terhadap Prestasi Belajar Siswa Kompetisi Keahlian Administrasi Perkantoran SMK Muhammadiyah 1 Tempel. Skripsi. Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta



Wicaksono, Okky. 2014. Hubungan Antara Teman Sebaya dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas V SD Gugus Jendral Sudirman, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen. Yogyakarta. Universitas Ngeri Yoguakarta



Zuhaira Laily Kusuma, Subkhan. 2014. Pengaruh Motivasi Belajar Dan Kedisiplinan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Akuntansi Siswa Kelas Xi Ips Sman 3 Pati Tahun Pelajaran 2013/2014. Semarang. Universitas Negeri Semarang

Rahayu, Septiana. 2017. Pengaruh Lingkungan Teman sebaya dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Siswa Kelas X IIS SMAN ! Sewon Tahun Ajaran 2016/2017. Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta





Stirling, Diana. 2013. Motivation On Education. France. Learning Development Institute